TUGAS MAKALAH
LANDASAN POLITIK DAN EKONOMI
MATA KULIAH LANDASAN DAN PROBLEMATIKA
PENDIDIKAN
Disusun Oleh :
Rizki Alhairiah
Kelas Sore A
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
I.PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan terobosan
penting dalam upaya membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, apabila tidak
memprioritaskan pendidikan sebagai unsur yang penting dalam membangun manusia
seutuhnya, maka akan berimplikasi terhadap munculnya berbagai masalah
kemanusian, seperti meningkatnya pengangguran, meningkatnya kriminalitas,
meningkatnya kemiskinan dan berbagai persoalan lain yang dapat menghambat
kemajuan suatu bangsa dan negara dalam upaya mewujudkan kesejahteraan yang adil
dan merata. Dengan pendidikan manusia
dapat menuju kesempurnaan hidupnya, karena pada dasarnya pendidikan merupakan
upaya sadar yang dilalukan oleh individu atau kelompok dengan individu atau
kelompok lain untuk memperoleh ilmu, membentuk sikap, dan membekali
keterampilan.
Pendidikan
adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi
fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan
dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita
kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam
keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup
kemanusiaan.
Landasan
Pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di negara kita
Indonesia, agar pendidikan yang sedang berlangsung dinegara kita ini mempunyai
pondasi atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan di setiap negara tidak
sama.
Politik
Pendidikan, yaitu studi ilmiah tentang aspek politik dalam seluruh kegiatan
pendidikan. Bisa juga dikatakan studi ilmiah pendidikan tentang
kebijaksanaan pendidikan. (Suhartono, 2008 :103)
Dari ketiga
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, landasan politik penting untuk
melatih jiwa masyarakat, berbangsa dan bertanah air dan juga dapat dimaknai
sebagai suatu studi untuk mengkritisi suatu system pemerintahan dan pemerintah
yang bila memungkinkan melakukan penyimpangan amanat.
Budaya politik
seseorang atau masyarakat sebenarnya berbanding lurus dengan tingkat pendidikan
seseorang atau masyarakat. Hal itu bisa dipahami mengingat semakin
tinggi kesempatan seseorang atau masyarakat mengenyam pendidikan, semakin
tinggi pula seseorang atau masyarakat memiliki kesempatan membaca,
membandingkan, mengevaluasi, sekaligus mengkritisi ruang idealitas dan realitas
politik. Maka, kunci pendidikan politik masyarakat sebenarnya terletak pada
politik pendidikan masyarakat.
Politik
pendidikan yang dimaksud termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan strategis
pemerintah dalam bidang pendidikan. Politik pendidikan yang diharapkan tentunya
politik pendidikan yang berpihak pada rakyat kecil atau miskin. Bagaimanapun,
hingga hari ini masih banyak orang tua yang tidak mampu menyekolahkan
anak-anaknya sampai tingkat SD sekalipun. Masih banyak sekolah yang kekurangan
fasilitas atau bahkan tidak memiliki gedung yang representatif atau tak
memiliki ruang belajar sama sekali. Masih banyak sekolah yang sangat kekurangan
guru pengajar. Masih banyak pula guru (honorer) yang dibayar sangat rendah yang
menyebabkan motivasi mengajarnya sangat rendah.
Dengan kondisi
tersebut, bagaimana mungkin bangsa ini bisa berdiri sejajar dengan
bangsa-bangsa lain yang kualitas pendidikan dan sumber daya manusia (SDM)-nya
sudah lebih maju. Dalam konteks politik khususnya, dengan kondisi pendidikan
seperti itu, bagaimana mungkin agenda pendidikan politik bisa dilakukan dengan
mulus dan menghasilkan kualitas budaya politik yang diharapkan. Maka, sangat
jelas, agenda pendidikan politik mensyaratkan agenda politik pendidikan yang
memberikan seluas-luasnya kepada seluruh rakyat untuk belajar atau mengenyam pendidikan,
tanpa ada celah diskriminatif sekecil apa pun, sebagaimana pesan Undang-Undang
Dasar 1945.
Masalah selanjutnya mengenai ketersediaan sumber daya manusia
khususnya tenaga kependidikan. Masalah tenaga kependidikan terutama
terkait dengan profesionalisme dalam arti kemampuan dan kesiapan dalam
melaksanakan fungsi-fungsi pendidikan, dan masalah ketersediaan tenaga
kependidikan untuk jabatan dan fungsi-fungsi pendidikan yang harus dilaksanakan
baik guru maupun fungsi manajemen pendidikan lainnya seperti ahli perpustakaan,
ahli analisis pendidikan, ahli ekonomi pendidikan, ahli politik pendidikan,
pengembang kurikulum, konselor, psikolog, laboran, teknisi, dan lain
sebagainya.
Ini menjadi suatu persoalan yang sangat serius
dalam mewujudkan demokratisasi pendidikan. Nampak bahwa dalam kondisi seperti
itu sangat sulit bagi anak-anak di daerah-daerah tersebut untuk
memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan yang bermutu. Padahal salah satu
aspek penting dari demokratisasi pendidikan ialah kesempatan yang sama dalam
memperoleh pendidikan yang bermutu.
Masalah lemahnya dukungan finansial. Sekalipun secara
konstitusional telah ditetapkan besaran 20% dana APBN dan APBD untuk
pendidikan, tetapi hal ini masih sangat sulit untuk dapat diwujudkan baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Setiap daerah otonom memiliki
kemampuan keuangan daerah yang tidak sama.
Selanjutnya kondisi obyektif sosio-demografis dan geografis wilayah dan
kepulauan Indonesia. Kondisi demografis baik struktur penduduk dengan jumlah penduduk usia muda
yang sangat besar, jumlah penduduk, mobilitas, dan persepsi budaya
tentang pendidikan menjadi tantangan dalam proses demokratisasi pendidikan.
Demikian juga dengan faktor geografis. Wilayah kepulauan yang terpisah dan
terpencil, dan lemahnya infrastruktur terutama sistem transportasi
menyebabkan banyak warganegara yang tidak memperoleh kesempatan pendidikan
terlebih pendidikan yang bermutu.
Masalah lain yang juga penting adalah terjadinya krisis ekonomi diberbagai negara, merumuskan
berbagai kebijakan pembangunan, agar dapat bertahan dan bangkit kembali
termasuk pula di Indonesia dibarengi dengan maraknya globalisasi ekonomi yang
melanda dunia membawa bangsa Indonesia harus menghadapi tantangan yang makin
berat dalam krisis tersebut.
Dalam memasuki globalisasi ekonomi ini bangsa Indonesia
harus menghadapi dua kenyataan yang nampak paradoksal yaitu tantangan kerjasama
disatu pihak dan persaingan global dipihak lain. Dengan demikian pengaruh
globalisasi ekonomi ini menuntut kualitas dan ketahanan diri dan makin
sempitnya peluang kerjanya dalam menjual jasa dan barang-barang produksi serta
dalam memperoleh uang. Globalisasi ekonomi membawa pergeseran paradigma
organisasi yaitu organisasi yang makin cerdas, makin lincah dalam berkompetensi.
Organisasi yang semula memiliki mata rantai komando panjang perlu berubah
menjadi organisasi yang lebih mengutamakan kecepatan, dimana dimungkinkan
seseorang berkreasi lebih cepat, lebih efisien dan lebih efektif.
Oleh karena itu, penulis akan mencoba membahas landasan
politik dan ekonomi didalam pendidikan.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
gambaran latar belakang permasalahan di
atas, maka dirumuskan masalah sebagai berkut:
1.
Apa dan bagaimana peranan landasan
politik ekonomi dalam pendidikan?
2.
Apa saja fungsi landasan politik dan ekonomi dalam
pendidikan?
3.
Bagaimana Peran landasan
politik dan ekonomi
dalam pendidikan?
4.
Bagaimana Realitas landasan
politik dalam pendidikan di Indonesia?
C.
TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1.
Untuk
mengetahui peranan landasan politik ekonomi dalam
pendidikan.
2.
Untuk
mengetahui fungsi landasan politik dan ekonomi dalam pendidikan.
3.
Untuk
mengetahui peran landasan politik dan ekonomi dalam pendidikan.
4.
Untuk
mengetahui relitas landasan politik dalam pendidikan di indonesia.
5.
Untuk
mengetahui efisiensi dan efektivitas dana pendidikan.
II. PEMBAHASAN
A.
KEBIJAKAN POLITIK DALAM PENDIDIKAN
Dalam usia 63
tahun kemerdekaan Indonesia, dunia pendidikan kita tampaknya masih terpasung
kepentingan politik praktis dan ambiguitas kekuasaan. Padahal, politik dan
kekuasaan suatu negara memegang kunci keberhasilan pendidikan.
Dalam konteks
pembangunan demokratisasi dan desentralisasi di Indonesia, peran politik
eksekutif dan legislatif untuk memajukan pendidikan begitu besar. Ranah politik
dan kekuasaan harus mampu mewujudkan sistem pendidikan yang mencerdaskan dan
mencerahkan peradaban bangsa ini.
Tokoh
liberalisme pendidikan asal Amerika Latin Paulo Freire pernah menegaskan bahwa
bagaimanapun kebijakan politik sangat menentukan arah pembinaan dan pembangunan
pendidikan. Freire memandang politik pendidikan memiliki nilai penting untuk
menentukan kinerja pendidikan suatu negara.
Bangsa yang
politik pendidikannya buruk, maka kinerja pendidikannya pun pasti buruk.
Sebaliknya, negara yang politik pendidikannya bagus, kinerja pendidikannya pun
juga akan bagus. Pertanyaannya kini, bagaimanakah realitas politik pendidikan
kita saat ini?
Semenjak
kemerdekaan sampai dengan era reformasi perjalanan politik pendidikan nasional
telah mengalami tiga kali perubahan, yaitu di era orde lama, pada tahun 1954,
di era orade baru, dan sat ini di era reformasi.
B.
KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI ERA ORDE LAMA
DITAHUN
1954
Pada masa ini
penekanan kebijakan pendidikan pada isu nasionalisasi dan ideologisasi.
Penekanan pada kedua bidang tersebut tidak lain karena masa tersebut masa
krusial pasca kemerdekaan dimana banyak konflik yang mengarah pada separatisme
dan terjadi interplay (tarik ulur) antara pihak yang sekuler dengan agamis.
Implikasi dari
kebijakan politik pendidikan pada waktu itu adalah terbentuknya masyarakat yang
berjiwa nasionalis dan berpatriot pancasila. Kebijakan politik tersebut
sejatinya berupaya menjadi ”win-win solution” dengan mengakomodasi semua
kepentingan. Di sini terjadi pengakuan terhadap keanekaragaman baik budaya,
seni, maupun agama. Pada dasarnya upaya membangun nasionalisme melalui
pendidikan relatif berhasil, hanya saja kurang diimbangi dengan kebijakan yang lain
sehingga kemelut bernegara selalu ada di masa tersebut.
C.
KEBIJAKAN POLITIK PENDIDIKAN NASIONAL
DI ERA ORDE
BARU
Dengan
dikeluarkannya undang-undang sistem pendidikan ditahun 1989. Berbeda dengan
kebijakan di era orde lama, kebijakan di era orde baru memberi penekanan pada
sentralisasi dan birokratisasi. Di masa ini jalur birokrasi sebagai sebuah
kepanjangan tangan dari pusat sangat kental. Orang-orang daerah didoktrin
sedemikian rupa sehingga menjadi kader-kader yang ‘yes man’, selalu
patuh buta terhadap kepentingan pusat. Akibat yang terjadi dari kebijakan ini
adalah matinya daya kritis, daya kreatif dan daya inovatif, yang ada hanyalah
birokrat yang “sendikho dhawuh”. Bahkan sistem pada masa ini berhasil
membunuh idealisme. Orang-orang atau cendekia yang idealis, kritis, dan
inovatif tiba-tiba memble ketika masuk pada jalur birokrasi.
Disadari bahwa sistem pendidikan
nasional pada masa itu sebab kuatnya intervensi kekuasaan sangat mewarnai di
setiap aspek pendidikan. Dalam sistem pendidikan nasional pada masa orba,
muatan kurikulumnya sempat dimanfaatkan oleh pemerintah yang bertujuan untuk
melanggengkan kekuasaan. Beberapa pelatihan di sekolah-sekolah atau
instusi-institusi pendidikan pada umumnya lebih mengenalkan indoktrinasi
ideologi penguasa. Praktek penataran P4 merupakan salah satu bukti riil dari
indoktrinasi ideologi penguasa pada waktu itu. (Mu’arif, 2008:13.
Di era ini pula terjadi
penyeragaman-penyeragaman sehingga budaya daerah, seni daerah, dan kearifan
lokal mengalami nasib yang tragis, bahkan banyak yang telah mati. Yang tersisa
hanyalah seni dan budaya yang sifatnya mondial. Bahkan istilah Bhinneka Tunggal
Ika yang sejatinya bermakna berbeda-beda tetapi satu jua telah dimaknai menjadi
sesuatu entitas yang seragam, ya serba seragam.
D.
KEBIJAKAN POLITIK PENDIDIKAN DI ERA
REFORMASI.
Kebijakan ini ditandai dengan
dikeluarkannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional N0 20 tahun 2003. Di era
reformasi ini penekanannya terletak pada desentralisasi dan demokratisasi.
Kewenangan yang semula terletak di pusat dan berjalan secara top-down
diubah dengan memberi kewenangan daerah yang lebih luas sehingga pola yang
berjalan adalah bottom-up.
Regulasi yang relatif longgar di era
reformasi ini ternyata belum memberi angin segar bagi dunia pendidikan, bahkan
banyak potensi untuk diselewengkan dengan mengambil dalih demokratisasi dan
desentralisasi. Demokrasi telah menjadi kebebasan dan desentralisasi daerah
telah menjadi keangkuhan daerah.
Bahkan di era ini semakin jelas
keterpurukan masyarakat miskin karena semakin sulit mengakses pendidikan
tinggi. Lebih dari itu implementasi kebijakan pendidikan yang demokratis dan
mengedepankan potensi daerah semakin dinafikkan. Sistem evaluasi yang masih
terpusat, kekerasan dalam pendidikan, dan banyaknya penyimpangan dalam proses
pendidikan semakin memberi catatan buram bagi pendidikan di era reformasi ini.
Kebijakan politik yang paling di sorot
pada masa ini adalah kebijakan- kebijakan tentang otonomi daerah dalam bidang
pendidikan, penerapan kurikulum yang berganti-ganti, hingga yang diterapkan
saat ini yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan pro dan kontra
yang terjadi pada pelaksanaan Ujian Nasional.
1.
Otonomi Daerah dalam bidang pendidikan
Otonomi daerah
sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakikatnya
ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya
untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintah untuk mewujudkan
cita-cita masyarakat yang lebih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan
lebih sejahtera.
Desentralisasi bidang pendidikan
dimulai dengan keluarnya UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan kemudian
ditindak lanjuti dengan PP No. 20 tentang Peribangan Keuangan Daerah yang di
dalamnya mengatur tentang sektor-sektor yang didesentralisasikan dan yang tetap
menjadi urusan Pemerintah Pusat. Pendidikan termasuk salah satu sektor yang
didesentralisasikan, sehingga sejak itu pendidikan terutama dari TK sampai
dengan SMA menjadi urusan kabupaten/kota. Sedangkan pendidikan tinggi menjadi
urusan Pemerintah Pusat dan Provinsi.
Sejak urusan pendidikan
didesentralisasikan, signal-signal adanya banyak masalah baru sudah tampak.
Diantaranya, adalah tarik menarik kepentingan untuk urusan guru serta saling
lempar tanggung jawab untuk pembangunan gedung sekolah. Pengelolaan guru
menjadi tarik menarik, karena jumlahnya yang banyak, sehingga banyak
kepentingan politik maupun ekonomi yang bermain di dalamnya. Sedangkan
pembangunan gedung sekolah, utamanya gedung SD menjadi lempar-lemparan tanggung
jawab antara Pemerintah Pusat dan Pemda karena besarnya dana yang diperlukan
untuk itu. Sementara, di lain pihak, baik Pemerintah Pusat maupun Pemda
sama-sama mengeluh tidak memiliki dana.
2.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) merupakan angin segar bagi dunia pendidikan dasar dan menengah. KTSP
dimaknai sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan. Ini berarti satuan pendidikan tertantang untuk
menterjemahkan standar isi yang ditentukan oleh Depdiknas. Bahkan diharapkan
sekolah mampu mengembangkan lebih jauh standar isi tersebut.
Meskipun sekolah diberi kelonggaran
untuk menyusun kurikulum, namun tetap harus memperhatikan rambu-rambu panduan
KTSP yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Hal ini
diharapkan agar selalu ada sinkronisasi antara standar isi dan masing-masing
KTSP.
Dalam prakteknya, peluang ini juga akan
menghadapi kendala yang tidak ringan, Pertama, belum semua guru atau
bahkan kepala sekolah mempunyai kemampuan untuk menyusun kurikulum. Kedua,
semua komite sekolah atau bahkan orang Depdiknas belum memahami tatacara
penyusunan sebuah kurikulum yang baik. Ketiga, kebingungan pelaksana
dalam menerjemahkan KTSP.
Sudah sering dikemukakan oleh berbagai
kalangan, ketidaklogisan KTSP terjadi karena seolah diberikan kebebasan untuk
mengolaborasikan kurikulum inti yang dibuat Depdiknas, tetapi evaluasi nasional
oleh pemerintah dengan melalui Ujian Nasional (UN) justru yang paling menentukan
kelulusan siswa.
3.
Ujian Nasional
Kebijakan
pemerintah melaksanakan Ujian Nasional selalu menghadirkan pro dan kontra. Bagi
yang sependapat UN merupakan wahana untuk meningkatkan kualitas pendidikan
dasar dan menengah di negeri ini. Sementara bagi yang kontra, UN justru akan
membebani siswa dalam belajar. Bahkan menjadi hantu yang menakutkan dan
kemungkinan besar justru mematikan potensi anak. Lepas dari
setuju tidak setuju, UN sebenarnya diperlukan dalam memotret pemetaan kualitas
satuan pendidikan nasional. Namun yang sering dikeluhkan, kenapa UN dijadikan
alat vonis penentuan kelulusan? Adilkah suka duka siswa dalam belajar selama
tiga tahun hanya ditentukan nasibnya selama tiga hari pelaksanaan UN?
Kontroversi mengenai ujian nasional (UN) kebijakan ini dengan
jelas menggambarkan betapa lemahnya visi pemerintah dalam kebijakan pendidikan
selama ini. Visi adalah sebuah jangkauan terpanjang dari apa yang hendak
dicapai dan dituju. Tetapi kalau suatu kebijakan hanya diarahkan semata-mata
untuk mengejar target, di mana visi pendidikan kita yang mencerdaskan itu ?
Inilah yang membuat paradigma pendidikan menjadi semakin tidak jelas. Sasaran
apa yang hendak dicapai? Kita menghadapi persoalan sangat mendasar
dalam konteks kebijakan ini. Apakah dengan adanya Ujian Nasional ini mutu
pendidikan kita bisa ditingkatkan? Sayang sekali pertanyaan ini selalu luput
dari perhatian.
Mutu pendidikan bukan hanya sekedar ditentukan oleh Ujian Nasional melainkan pada paradigma pendidikan itu sendiri. Selama ini kita sering menjadikannya sebagai tolok ukur prestasi, padahal secara substansial hal itu tidak pernah menjadi bukti. Justru pendidikan kita semakin terperosok karena kebijakan tersebut selalu dibarengi dengan perilaku tak terpuji seperti korupsi, manipulasi anggaran, dan kecurangan-kecurangan lain yang dilakukan untuk mempertahankan kredibilitas sekolah maupun daerah.
Mutu pendidikan bukan hanya sekedar ditentukan oleh Ujian Nasional melainkan pada paradigma pendidikan itu sendiri. Selama ini kita sering menjadikannya sebagai tolok ukur prestasi, padahal secara substansial hal itu tidak pernah menjadi bukti. Justru pendidikan kita semakin terperosok karena kebijakan tersebut selalu dibarengi dengan perilaku tak terpuji seperti korupsi, manipulasi anggaran, dan kecurangan-kecurangan lain yang dilakukan untuk mempertahankan kredibilitas sekolah maupun daerah.
E.
REALITAS POLITIK PENDIDIKAN
Sampai
saat ini, realitas politik pendidikan di negara kita masih belum sepenuhnya
merdeka. Hal ini bisa kita lihat dari komitmen pemerintah yang masih rendah
dalam mewujudkan akses dan pemerataan pendidikan dasar yang bebas biaya, belum
terpenuhinya anggaran pendidikan sebesar 20%, kurangnya penghargaan terhadap
profesionalisme dan kesejahteraan guru, rendahnya mutu dan daya saing pendidikan,
upaya otonomi pendidikan yang masih setengah hati, dan sebagainya. Pemerintah
sebetulnya telah menetapkan Renstra pendidikan tahun 2005–2009 dengan tiga
sasaran pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai, yaitu meningkatnya
perluasan dan pemerataan pendidikan, meningkatnya mutu dan relevansi
pendidikan, dan meningkatnya tata kepemerintahan (governance), akuntabilitas,
dan pencitraan publik. Pemerintah Indonesia juga telah berupaya terus-menerus
memberikan perhatian yang besar pada pembangunan pendidikan dalam rangka
mencapai tujuan negara, yaitu mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun dalam realitasnya, kita
menyaksikan ternyata kebijakan dan praktik pendidikan kita masih jauh panggang
dari api.
Sampai saat ini dunia
pendidikan kita juga masih dihadapkan pada tantangan besar untuk mencerdaskan
anak bangsa. Tantangan utama yang dihadapi di bidang pendidikan pada 2008
adalah meningkatkan akses, pemerataan, dan kualitas pelayanan pendidikan,
terutama pada jenjang pendidikan dasar, perbaikan kurikulum pendidikan, dan
tuntutan profesionalisme dan kesejahteraan guru. Pada saat yang sama, kesenjangan partisipasi
pendidikan juga masih terjadi, terutama antara penduduk miskin dan penduduk
kaya. Meskipun pemerintah telah menyediakan bantuan operasional sekolah (BOS)
untuk jenjang pendidikan dasar, masih ditemukan adanya beberapa sekolah yang
masih menarik berbagai iuran, sehingga memberatkan orang tua, terutama bagi
keluarga miskin. Kesenjangan partisipasi pendidikan tersebut terlihat makin
mencolok pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Selain itu, ada beberapa agenda yang
perlu diperhatikan untuk menentukan arah dan masa depan politik pendidikan,
diantaranya adalah, Pertama, menghapus dikotomi dualisme penyelenggaraan
pendidikan. Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan secara
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif. Pendidikan yang
berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama
harus berjalan seimbang dalam hal mutu, kualitas dan kemajuannya. Sehingga
tidak ada lagi pandangan bahwa pendidikan keagamaan terkesan tidak bermutu dan
terbelakang. Kedua, peningkatan
anggaran pendidikan. Kita semua menyadari, bahwa untuk memajukan dunia
pendidikan nasional, pemenuhan alokasi anggaran pendidikan minimal 20% dari
APBN dan APBD adalah menjadi keniscayaan. Ini menjadi persoalan mendesak, jika
kita betul-betul serius ingin mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan, UUD 1945
Pasal 31 ayat (4) telah mengamanahkannya. Ketiga, pembebasan biaya
pendidikan dasar. Pemerintah dan pemerintah daerah harus punya kemauan kuat
untuk bisa membebaskan siswa dari biaya operasional pendidikan untuk tingkat
sekolah dasar. Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 secara tegas mengamanatkan, “Setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.” Keempat, perbaikan kurikulum. Pendidikan mesti diarahkan
pada sistem terbuka dan multimakna serta pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat. Karena itu, kurikulum pendidikan harus mampu
membentuk insan cerdas, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan memiliki
kebebasan mengembangkan potensi diri. Pendidikan juga mesti diselenggarakan
dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajarannya. Kelima, penghargaan pada
pendidik. Pemerintah harus lebih serius meningkatkan kualifikasi,
profesionalisme dan kesejahteraan guru. Sebab, guru merupakan pilar utama
pendidikan dan pembangunan bangsa. Tanpa guru yang profesional dan sejahtera,
mustahil pendidikan kita akan maju dan berdaya saing.
F. PERAN EKONOMI DALAM PENDIDIKAN
Kalau dulu ekonomi memegang peranan penting bagi kehidupan rakyat Indonesia
maka kini disamping alasan seperti itu juga jangan sampai kita kalah bersaing
dalam era globalisasi ekonomi, Akan tetapi karena kebanyakan kebijaksanaan dan
peraturan di buat maka banyak sekali timbul ketidak harmonisan antar para
pengusaha dalam menjalankan roda ekonomi yang menimbulkan krisis ekonomi yang
berkepanjangan, maka di era globalisasi sekarang ini keterpurukan ekonomi di
Indonesia akan diterapkan kebijaksanaan dan peraturan yang baru dan memperbaiki
perekonomian bangsa sehingga rakyat yang menderita dapat dengan segera
menikmati hasil perekonomian kita yang mapan di masa yang akan datang baik
perekonomian yang bersifat makro dan mikro.
a.
Dimensi Makro
Analisis kegiatan pendidikan dilakukan oleh berbagai
ilmuwan antara lain ilmuwan ekonomi. Dimyati (1988:65-66)
dalam Satmoko (1999:106) menyatakan bahwa terdapat hubungan
tidak langsung antara kegiatan pendidikan dengan kegiatan ekonomi yang
diharapkan menjadi tenaga kerja. Terdapat dua pandangan yang satu sisi
menyatakan kegiatan pendidikan merupakan pemborosan dana masyarakat, dipihak
lain menyatakan kegiatan pendidikan merupakan pengelolaan sumber daya manusia
yang berpotensi produktif untuk masyarakat.
Analisis ilmu ekonomi menunjukkan bahwa objek ilmu
ekonomi adalah tindak ekonomis. Tindak ekonomis adalah memilih secara bijaksana
sehubungan dengan keadaan alam, modal, tenaga kerja, organisasi dan waktu yang
terbatas dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia yang terbatas. Analisis
unsur-unsur tentang tindak ekonomi bermanfaat untuk memahami hubungan antara
sistem ekonomis dan sistem pendidikan. Perbedaannya dapat dilihat dari tabel
dibawah ini :
Perbandingan Antara Tindak Ekonomis
Dan Tindak Pendidikan
KOMPONEN
|
TINDAK EKONOMIS
|
TINDAK PENDIDIKAN
|
a. Tujuan Tindakan
|
Memperoleh keuntungan material atau saling menguntungkan
|
Menumbuhkan kebangkitan individu sebagai pribadi yg self help.
|
b. Pelaku Tindakan
|
Orang dewasa yang menanggung biaya hidup (sesuai aturan dalam masyarakat)
|
Orang dewasa dan anak atau orang dewasa dan orang yg belum dewasa yg
berfungsi sebagai pendi dik atau anak didik.
|
c. Dasar Tindakan
|
Kaidah ekonomi non susila (non etis)
|
Kesusilaan sesuai martabat manusia
|
d. Orientasi
|
Untung rugi ekonomis dan efisiensi
|
Terbentuknya keutuhan martabat manusia sebagai pribadi
|
e. Waktu Kegiatan
|
Terbatas, dalam rangka perhitungan
keuntungan ekonomis
|
Sepanjang hayat dengan perhitungan
usia produktif
|
f.
Nilai-Nilai
|
Nilai ekonomis dalam sistem ekonomi yg berlaku, umumnya dihitung dengan
uang
|
Nilai paedagogis dalam kaitan nilai sosial budaya
|
g. Hasil Tindakan
|
Barang berupa jasa,atau uang
|
Berupa orang terpelajar, tenaga terampil yg diharapkan menjadi tenaga
kerja
|
h. Harga Satuan
|
Jumlah penghasilan dibagi jumlah penduduk setiap tahun
|
Jumlah biaya pendidikan dibagi lulusan setiap tahun.
|
Perkembangan perekonomian makro berpengaruh sekali dalam bidang pendidikan,
seperti sekarang ini banyak sekali orang kaya yang mau menjadi bapak angkat
bagi anak-anak yang tidak mampu untuk menempuh pendidikan kejenjang yang lebih
baik. Perkembangan lain yang sangat mengembirakan adalah terlaksananya sistem
ganda dalam dunia pendidikan, hal ini berlangsung baik di lembaga pendidikan
yaitu kerjasama sekolah dengan pihak usahawan dalam proses belajar mengajar.
Kemajuan pembangunan perekonomian secara makro dapat juga berdampak timbulnya
sekolah-sekolah unggul yang memiliki fasilitas pendidikan yang lengkap karena
di biayai dan dipunyai oleh kebanyakan orang –orang kaya Walaupun kebijakan dan
program sekolah ini tidak sama dengan yang lain, diharapkan agar tidak terdapat
pilih-kasih dalam menerima para siswa artinya calon siswa dari manapun asalnya
hendaklah dapat diberikan kesempatan dalam menempuh pendidikan di sekolah
unggulan tersebutdan yang paling penting juga adalah dapat menghasilkan lulusan
yang bermutu serta tidak menyimpang dengan tujuan nasional negara kita.
Jadi inti tujuan
pendidikan adalah membentuk mental yang positif atau cinta terhadap prestasi,
cara kerja dan ahsil kerja sempurna. Tidak menolak pekerjaan kasar, menyadari
akan kehidupan yang kurang beruntung dan mampu hidupa dalam keaadaan apapun.
Sesudah
membicarakan peran ekonomi secara makro ada baiknya dibicarakan peran ekonomi
secara makro.
b.
Dimensi Mikro
Menurut Satmoko
(1999: 109) Peran ekonomi secara mikro dapat dibuktikan bahwa orang memandang
kehidupan seseorang dapat meningkat atau menurun karena terkait erat dengan
perekonomian. Jarang orang mengaitkan
naik turunnya tarf kehidupan sesorang itu dengan tingkat kedamiaan hati,
kebahagiaan keluarga, kejujuran dan kesucian hidup seseorang.
Pada umumnya
tingkat perekonomian keluarga mempengaruhi perencanaan pendidikan yang dibuat
orang tua tentang arah pendidikan anaknya. Secara sadar atau tidak orang tua dalam
menerncanakan pendidikan bagi anak-anaknya menggunakan pendekatan nilai
imbalan. Pendekatan ini digunakan untuk mencari keseimbangan antara keuntungan
dan kerugian. Prinsip untung rigi dipakai oleh mereka yang rasional dalam
memutuskan bagaimana sebaiknya membelanjakan uangnya agar keinginanannya
tercapai.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa ekonomi itu memegang peranan
penting dalam kehidupan seseorang, walaupun orang tersebut menyadari bahwa
kehidupan gemerlap tidak menjamin kebahagiaan, yang penting bagi mereka
bagaimana dapat meraih tingkat perekonomian yang lebih tinggi lagi. Banyak sekali keluarga miskin yang dalam
perekonomian mereka hanya dapat untuk makan saja, dan tidak dapat membiayai
sekolah bagi anak-anaknya, kata miskin diatas diukur dari tingkat perekonomian
bukan tingkat rohani dan kualitas mental.
G. FUNGSI PRODUKSI DALAM PENDIDIKAN
Fungsi produksi dalam pendidikan, adalah hubungan antara output dan input,
di mana ada tiga bagian yaitu:
1.
Fungsi
Produksi Administator; yang dipandang input adalah segala sesuatu yang
menjadi wahana dan proses dalam pendidikan, input pendidikan
meliputi:
a)
Prasarana dan
sarana belajar, termasuk ruangan kelas dapat diuangkan, artinya bahwa perhitungan luas dan kualitas bangunan
b)
Perlengkapan
belajar di sekolah seperti media, alat peraga juga dihitung harganya
c)
Buku-buku
pelajaran, dan bentuk material lainnya seperti film,
disket dan sebagainya.
d)
Barang-barang
yang habis dipakai seperti zat kimia dilaboratorium dan
sebagainya.
e)
Waktu guru
bekerja, dan perangkat pegawai administrasi dalam memproses peserta didik harus
dibeli dan dibayar.
Kelima jenis input di atas sesudah dinilai dalam bentuk uang
kemudian dijumlahkan.
Sementara itu yang dipandang sebagai output adalah
berbagai bentuk layanan dalam memproses peserta didik seperti menghitung SKS
dan lamanya peserta didik dalam belajar.
2.
Fungsi
Produksi Dalam Psikologi; adalah
sama dengan input fungsi produksi administrator akan tetapi outputnya berbeda.
Hasil output yang ada pada fungsi ini adalah hasil belajar siswa yang mencakup; peningkatan kepribadian, pengarahan dan
pembentukan sikap, penguatan kemauan, penambahan pengetahuan, ilmu dan
teknologi, penajaman pikiran, dan
peningkatan estetika
(keindahan) serta keterampilan.
Suatu lembaga pendidikan dipandang berhasil dari segi fungsi produksi
psikologi, kalau harga inputnya sama atau lebih kecil daripada harga outputnya.
Indikator harga hanya dapat dicari dalam bentuk manfaatnya lulusan dimasyarakat
serta kecocokannya dengan norma dan kondisi masyarakat.
3.
Fungsi
Produksi Ekonomi; sebagai inputnya adalah semus biaya
pendidikan seperti pada input fungsi produksi admnistrator, semua uang yang dikeluarkan untuk keperluan
pendidikan yaitu uang saku, membeli buku dan sebagainya selama masa belajar dan uang yang mungkin diperoleh
lewat bekerja selama belajar atau kuliah, tetapi tidak didapat sebab
waktu tersebut dipakai untuk belajar atau kuliah. Sementara yang mrenjadi outputnya adalah tambahan penghasilan peserta
didik kalau sudah tamat dan bekerja, manakala orang ini
sudah bekerja sebelum belajar atau kuliah. Dan apabila ia belum pernah bekerja yang menjadi
outputnya adalah gaji yang diterima setelah tamat dan bekerja.
Dalam menghitung
harga-harga produksi ekonomi ada berbagai kesulitan yang
menghadang yaitu:
a)
Jika peserta
didik tamat, belum tentu ia segera bekerja,
b)
Selama
menunggu untuk mendapatkan pekerjaannya maka ia memutuskan untuk bekerja
seadanya dengan penhasilan yang tidak tetap.
c)
Kalaupun
lulusan membuat usaha sendiri dengan modal seadanya,
penghasilan tiap bulan tidak mungkin tertatur.
d)
Kalaupun lulusan bisa bekerja dengan penghasilan tetap tiap bulan sangat mungkin dia mencari tambahan penhasilan
diluar untuk meningkatkan nafkahnya.
e)
Bila bekerja disektor swasta,
pengasilannya sulit dihitung sebab upah
atau gaji perusahaan bervariasi.
f)
Kalaupun
lulusan ini bisa bekerja dengan penghasilan tiap bulan maka dia mencari
tambahan diluar untuk meningkatkan nafkahnya.
Dengan demikian
fungsi produksi ekonomi akan bisa diaplikasikan dengan baik jika ada jaminan
bahwa peserta didik segera bekerja setelah lulus sebagai Pegawai dengan gaji
yang cukup sehingga tidak mencari tambahan pekerjaan diluar. Fungsi produksi ekonomi bertalian erat
dengan marketing didunia pendidikan. Dalam hal ini Keuntungan marketing adalah a). Meningkatnya misi
pendidikan secara sukses dan terselenggara dengan baik, sebab diisi dengan
program yang baik, b). Kepuasan masyarakat ditingkatkan, c). Meningkatkan daya tarik terhadap petugas, peserta didik, dana donatur, d). Meningkatkan
keefesiensi dan kegiatan pemasaran. Akan tetapi dalam marketing juga terdapat
kelemahan adalah a). Ada kecederungan lembaga pendidikan selalu dijadikan usaha dagang untuk mendapatkan
keuntungan, b). idealisme pendidikan cenderung diabaikan.
Menurut Mutrofin (1996) dalam Pidarta (2007:254), menyatakan bahwa negara-negara maju hubungannya
antara pendidikan dengan pembangunan ekonomi sangatlah jelas, dimana sistem
pendidikan diorientasikan kepada kebutuhan ekonomi yang didasari pada teknologi
tinggi, fleksibelitas dan mobilitas angkatan kerja. Dalam masa pembangunan
dinegara kita sekarang ini pengembangan ekonomi mendapat tempat strategis,
dengan munculnya Link and Match, kebijaksanaan ini meminta dunia pendidikan
menyiapkan tenaga-tenaga kerja yang sesuai dengan pasaran kerja, mencakup mutu,
dan jumlah serta jenisnya.
H. PERAN DAN FUNGSI EKONOMI PENDIDIKAN
Peranan ekonomi dalam pendidikan cukup menentukan tetapi bukan sebagai
pemegang peranan penting sebab ada hal lain yang lebih
menentukan hidup matinya dan maju mundurnya suatu lembaga pendidikan
dibandingkan dengan ekonomi, yaitu dedikasi,
keahlian dan ketrrampilan pengelola guru-gurunya. Inilah yang merupakan kunci
keberhasilan suatu sekolah atau perguruan tinggi. Artinya apabila pengelola dan
guru-guru/dosen-dosen memiliki dedikasi yang memadai, ahli dalam bidangnya dan
memiliki ketrampilan yang cukup dalam
melaksanakan tugasnya, memberi kemungkinan lembaga pendidikan akan sukses
melaksanakan misinya walaupun dengan ekonomi yang tidak memadai.
Fungsi ekonomi dalam pendidikan adalah menunjang kelancaran proses
pendidikan bukan merupakan modal yang dikembangkan dan juga mendapatkan
keuntungan yang berlimpah, disini peran ekonomi dalam sekolah juga merupakan
salah satu bagian dari sumber pendidikan yang membuat anak mampu mengembangkan kognisi, afeksi,
psikomotor untuk menjadi tenaga kerja yang handal dan
mampu menciptakn lapangan kerja sendiri, memiliki etos kerja dan bisa hidup
hemat. Selain sebagai penunjang proses pendidikan ekonomi pendidikan juga
berfungsi sebagai materi pelajaran
dalam masalah ekonomi dalam kehidupan manusia.
Dengan demikian kegunaan ekonomi dalam pendidikan terbatas pada hal-hal:
a). Untuk membeli keperluan pendidikan yang tak dapat
dibuat sendiri seperti prasarana dan
sarana, media, alat peraga dan
sebagainya. b). Membiayai semua perlengkapan gedung, seperti air, listrik telpon. c). Membayar jasa dari
segala kegiatan pendidikan, d). Mengembangkan individu
yang berperilaku ekonomi, seperti; belajar hidup hemat, e). Memenuhi kebutuhan
dasar para personalia pendidikan, f). Meningkatkan
motivasi kerja, dan g). meningkatkan gairah kerja para personalia
pendidikan.
Dana pendidikan
di Indonesia sangat terbatas, oleh karena itu ada kewajiaban lembaga pendidikan
untuk memperbanyak Sumber-sumber dana
pendidikan yang mungkin bisa diperoleh di antaranya:
a). Dari pemerintah dalam bentuk
proyek pembangunan, penelitian dan sebagainya; b). Kerjasama dengan instansi lain, baik pemerintah, swasta maupun dunia usaha. Kerja samanya
dalam bidang penelitian, pengabdian pada masyarakat; c). Memebentuk pajak pendidikan. Program ini
bisa dirancang bersama antara lembaga pemerintah setempat dan masyarakat,
dengan cara ini bukan saja orang tua siswa yang membayar dana pendidikan tetapi
semua masyarakat; f). Usaha-usaha lainya.
Menurut jenisnya pembiayaan pendidikan dibagi atas : a). Dana rutin adalah dana yang dipakai untuk
membiayai kegiatan rutin seperti gaji pendidikan pengabdian masyarakat, penelitian dan sebagainya; b). Dana pembangunan,
adalah dana yang dipakai untuk membiayai pembangunan fisik diberbagai bidang, seperti; membangun
prasarana dan sarana, alat belajar, media, dan kurikulum baru; c). Dana bantuan
masyarakat, termasuk SPP yang digunakan untuk membiayai hal-hal yang belum
dibiayai oleh dana rutin dan dana pembangunan; d). Dana usaha lembaga sendiri yang penggunaanya untuk membiayai hal-hal yang belum dibiayai oleh dana rutin dan dana
pembangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar