Assalammualaikum...

Ketika butuh sebuah bahan referensi, semoga Blog ini bermanfaat.. Wassalammualaikum

Rabu, 21 Desember 2011

jawaban MID LANDASAN DANPROBLEMATIKA PENDIDIKAN

1. Petakan kedudukan mata kuliah landasan dan problematika pendidikan dalam kerangka totalitas program studi teknologi pendidikan. Uraikan perannya dalam upaya mengembangkan kemampuan sebagai ilmuan, profesional, dan seniman lulusannya dalam bidang teknologi pendidikan!
Jawaban:
1.    Tujuan
a.    Tujuan Program Pascasarjana (PPs) Unversitas Sriwijaya (UnSri)
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1998, Tujuan pendirian Program Pascasarjana adalah untuk menyelenggarakan pendidikan lanjutan dalam suatu cabang, teknologi dan seni tertentu untuk dapat mengasilkan lulusan magister (S2)  dan doktor (S3) dengan ciri-ciri kemampuan sebagai berikut:
1. Memiliki dedikasi, integritas dan kepribadian yang tinggi.
2. Bersikap terbuka serta senantiasa tanggap dan siap meraih peluang dan menjawab tantangan perkembangan pembangunan ataupun permasalahan yang dihadapi masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan bidang keahliannya.
3. Memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan dan pengembangan profesi melalui riset pengembangan.
4. Memiliki kemampuan untuk mengembangkan disiplin Ilmu Pengetahuan dan teknologi yang dipelajarinya sebagai suatu profesi guna menunjang laju peningkatan kesejahteraan manusia di nusantara dan mancanegara.
Jadi, dengan adanya tujuan PPs UnSri diharapkan mengeluarkan lulusan yang memiliki kemampuan dibidang riset pengembangan sehingga berguna di masyarakat serta mampu menambah khazanah ilmu pengetahuan.



b.   Tujuan Program Studi Teknologi Pendidikan (TP)
Tujuan penyelenggaran Pendidikan Program Magister ( S2) Teknologi Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya adalah untuk menghasilkan lulusan yang bermutu dengan ciri-ciri sebagai berikut:
  • Mempunyai keahlian dan/atau kemahiran dalam membelajarkan peserta didik dengan memadukan secara sistematik komponen sarana belajar melipiti orang,isi ajaran, media dan bahan ajaran,peralatan,teknik dan lingkungan.
  • Mempunyai kemampuan memecahkan permasalahan dibidang pendidikan dan pelatihan melalui usaha sinergi yang memadukan perkembangan ilmu dan pengetahuan,teknologi , informasi dan sosial ekonomi.
  • Mempunyai kemampuan melakukan penelitian dan pengembangan dalam bidang Teknologi pendidikan berdasarkan kaidah ilmiah.
  • Memiliki kepekaan terhadap kecenderungan tantangan global serta memiliki kemampuan kompetitif untuk merebut peluang pasar tenaga kerja.
Jadi, dengan adanya tujuan dari Program Studi TP diharapkan mengeluarkan lulusan yang memiliki kemampuan untuk bersaing di masyarakat dalam hal penelitian, yang menghasilkan sebuah ide-ide baru sehingga mampu menciptakan peluang baru di masyarakat.
2.    Kajian Mengenai Kurikulum TP
a.    Pengertian Kurikulum
Menurut Nana Sudjana (2005:5) kurikulum adalah niat dan harapan yang dituangkan dalam bentuk rencana atau program pendidikan untuk dilaksanakan oleh guru di sekolah.
Sedangkan menurut Tarigan (1992:5) kurikulum adalah suatu formulasi pedagogis yang termasuk paling penting dalam konteks Proses Belajar Mengajar (PBM).
Kemudian Kunandar (2007:122) menuliskan kurikulum diartikan sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi yang harus di tempatkan untuk mencapai suatu ijasah.
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan kurikulum adalah tujuan yang dituangkan dalam suatu rencana PBM yang bersifat khusus, dan didalamnya terdapat tujuan agar memperoleh keberhasilan selama belajar.
Adapun kurikulum TP PPs UnSri yaitu dari setiap mata kuliah yang ada maka diharapkan mahasiswa memiliki persamaan persepsi didalam mengartikan TP, yaitu kurikulum TP tidak hanya mengacu pada lulusan yang mahir teknologi, tetapi menjadikan teknologi sebagai pelengkap didalam mengajar atau PBM guna tercipta lulusan yang bertanggung jawab atas apa yang didapatnya selama menempuh pendidikan di TP PPs UnSri. Didalam mata kuliah yang wajib ditempuh mahasiswa terdapat SKS yang bernilai 0 SKS, ini diartikan bahwa mata kuliah tersebut tidak terlalu utama, akan tetapi wajib ditempuh dengan tujuan hanya sebagai penambahan saja. Oleh karena itu, lulusan dari TP harus mampu meningkatkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM), menambah khazanah ilmu pengetahuan dan menciptakan PBM yang efektif, efesien dan menyenangkan.

3.    Petakan Letak Landasan dan Problematika Pendidikan pada TP

Dari uraian di atas, maka Letak Landasan dan Problematika Pendidikan pada TP yaitu:
a.       Keluarga
b.      Output
c.       TP (Landasan dan Problematika Pendidikan)
d.      Kurikulum
e.       Manajemen
f.       Lingkungan
g.      Sarana dan Prasarana
h.      Out come
i.        Pemerintah
j.        Dosen atau Guru
k.      Mahasiswa
l.        Masyarakat
m.    Negara
Jadi, Landasan dan Problematika Pendidikan pada TP terletak pada pendidikan sebagai proses yaitu menjadikan landasan tersebut sebagai dasar pijakan didalam melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan, dan problematika adalah apa yang terjadi dilapangan secara nyata, jadi dengan diletakkan landasan dan problematika pendidikan sebagai proses dapat memberikan arahan kepada para pelaku pendidikan agar menyelesaikan permasalahan sesuai landasan yang ada dan mempunyai solusi beradasarkan landasan yang ada, dan menciptakan PBM yang efektif, efesien dan menyenangkan.

4.    Kemampuan Akademik, Kemampuan Profesional dan Kemampuan Seniman
a.       Kemampuan Akademik adalah bahwa jika kita seorang guru maka seorang guru harus menyenangi ilmu, selalu mencari ilmu, jujur, dan membela kebenaran.
Jadi, kesimpulannya kemampuan akademik menuntut seorang guru tidak bermalas-malasan waktu bekerja maupun diwaktu luangnya, guru harus menunjukkan bahwa ia adalah pendidik yang harus memnyukai ilmu, dan haus akan ilmu, agar ilmu yang dimilikinya selalu bertambah, dan menambah kemampuannya, dengan cara yang jujur, serta mempunyai jiwa membela kebenaran. Sesuai dengan landasan ilmu.
b.      Kemampuan Profesional adalah bahwa jika kita seorang guru maka seorang guru harus mempunyai kepribadian, sosialis, profesional, dan pedagogik.
Jadi, kesimpulannya kemampuan profesional menuntut seorang guru harus mempunyai kepribadian yang kuat sebagai pendidik, tegas, mempunyai kemampuan berhubungan dengan lingkungan disekitarnya (sosial) dan bersifat membantu sesama, serta tidak tergoda dengan pekerjaan selain guru, walaupun dijanjikan dengan nominal uang yang besar guru harus selalu konsisiten bahwa ia adalah pendidik, jika mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dengan bidangnya maka ia akan menolak, serta guru harus memiliki sikap dan sifat yang berniat untuk mencerdaskan anak didiknya, jika anak didiknya gagal, maka ia akan merasa gagal mendidik, hal ini diartikan bahwa guru harus mempunyai kemapuan dalam hal memelihara anak (pedagogik). Sesuai dengan Landasan Falsafah dan landasan Psikologi.
c.       Seniman, guru sebagai seniman artinya guru tidak boleh mengulang pekerjaan kemarin, konsisten (tidak mencari pekerjaan lain) dan kreatif.
Jadi, guru sebagai seniman diartikan bahwa guru harus selalu berinovasi dengan daya kreatifitas yang tinggi untuk menciptakan suasana dan PBM lebih menyenangkan sehingga muncul antusias belajar yang tinggi pada siswa. Hal tersebut membutuhkan totalitas yang tinggi dan konsistensi seorang guru terhadap bidang yang ia tekuni, artinya guru tidak boleh bekerja selain dari pekrjaannya yaitu mendidik. Sesuai dengan landasan Sosial budaya.

5.        Peran Landasan dan problematika Pendidikan dalam kemampuan akademik, profesional dan seniman dalam bidang TP
Landasan adalah pijakan dasar yang menjadi pegangan didalam kita melakukan sesuatu, agar tidak salah dalam mengambil tindakan.
Dari setiap landasan yang ada, pasti terjadi masalah nyata yang terjadi dilapangan oleh karena itu, peran landasan dan problematikan pendidikan adalah memberikan pengetahuan kepada kita apa yang menjadi rambu-rambu dan tindakan apa yang harus kita ambil jika terjadi problem sehingga ada landasan yang menguatkan kita dalam bertindak.
Jadi, peran dari Landasan dan problematika Pendidikan dalam kemampuan akademik, profesional dan seniman menjadi pegangan kita didalam mengajar, secara akademik bahwa kita harus berpegang pada landasan ilmu, dan pada kemampuan profesional kita harus berpegang pada landasan falasafah dan psikologi, serta sebagai seniman kita harus berpegang pada landasan sosial budaya. Menciptakan suatu PBM yang sesuai dengan TP yaitu efektif, efesien dan menyenangkan, tidak menyerah walaupun dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai. Karena guru adalah akademisi, profesional dan harus bersifat seniman. Artinya landasan yang ada dijadikan pegangan atau pijakan didalam menyelesaikan masalah dilapangan dan jangan menyerah terhadap permasalahan yang terjadi, tetapi selesaikan dengan kreatif dan inovatif. Dianalogikan sebuah pohon, maka landasan didalam TP terletak dibawah sekali, yaitu sebagai pondasi awal, dan Problematika: (1) guru, (2) manajemen sekolah, (3) sarana prasarana dan lain-lain terletak pada daun-daun atau cabang-cabang pohon.


 


                                                     








 





Landasan


Contoh: Menurut landasan anak wajib belajar 9 tahun, tetapi kenyataan dilapangan masih terdapat anak yang putus sekolah, berarti bagaimana sikap kita sebagai seorang guru memainkan kemampuan akademik, profesional dan seniman dalam menghadapi masalah ini, misalkan dengan membuat taman baca anak-anak dan mendirikan sekolah darurat ditempat-tempat anak yang tidak sekolah, seperti yang ada di jakarta terdapat sekolah untuk anak jalanan. Seperti inilah guru dituntut, mempunyai landasan yang kuat didalam menyelesaikan masalah pendidikan, agar pendidikan tetap maju.



2. Salah satu pendekatan untuk memahami landasan dan problematika pendidikan adalah cara pandang manusia  terhadap ilmu pendidikan. Uraikan alasan pendekatan ini digunakan dan bagaimana implikasinya dalam pengembangan pendidikan sebagai suatu sistem?
Jawaban:
1.    Pengertian Cara pandang
Menurut wikipedia cara pandang merupakan istilah yang dikenal di inggris pada tahun 1483 adapun pengertian cara pandang yaitu sebagai berikut:
Cara pandang adalah cara seseorang memandang terhadap diri dan lingkungannnya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif) dan bertingkah laku (konatif).
Cara pandang adalah asumsi-asumsi konsep nilai dan praktik yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama khususnya dalam disiplin intelektual.
Jadi, kesimpulannya cara pandang adalah cara seseorang memandang dan menilai sesuatu yang berawal dari proses berpikir, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata.
a.      Ilmu Pendidikan
Sejarah ilmu pendidikan diakui sebagai ilmu pada tahun 1940 dan secara prakteknya sudah dimulai sejak manusia ada.
1.      Pedagogi: mengajarkan ilmu.
Kata "pedagogi" berasal dari Bahasa Yunani kuno παιδαγωγέω (paidagōgeō; dari παίς país:anak dan άγω ági: membimbing; secara literal berarti "membimbing anak”). Di Yunani kuno, kata παιδαγωγός biasanya diterapkan pada budak yang mengawasi pendidikan anak tuannya. Termasuk di dalamnya mengantarnya ke sekolah (διδασκαλείον) atau tempat latihan (γυμνάσιον), mengasuhnya, dan membawakan perbekalannya (seperti alat musiknya).
Kata yang berhubungan dengan pedagogi, yaitu pendidikan, sekarang digunakan untuk merujuk pada keseluruhan konteks pembelajaran, belajar, dan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan hal tersebut.
Berasal dari dua kata yaitu paed (anak) dan gogi (memelihara).
a.       Mengapa paed? Karena memandang siapa anak itu (sesuai dengan teori tabularasa: bahwa anak seperti kertas putih) oleh karena itu anak menjadi perhatian dalam pendidikan.
b.      Bahwa anak adalah orang dewasa dalam bentuk kecil dan mengalami pembesaran melalui pendidikan.
 Oleh karena itu di Indonesia pendidikan kali pertama diatur pada Undang-Undang sistem pendidikan nasional No.4 tahun 1950 dan No.12 tahun 1954.
Jadi, pedagogi merupakan upaya yang mentransmisikan sejumlah pengalaman dan keterampilan dalam rangka mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan di masa datang, dan yang ditransmisikan didasarkan pada pertimbangan warga belajar di masa datang.
2.      UNESCO
Pendidikan tidak berhenti pada saat dewasa tetapi seumur hidup dan tidak ada batasan ruang dan waktu dan siapapun berhak mendapatkan pendidikan.
a.       Al-quran pada surah Albaqoroh dan Attin.
b.      Andragogi tahun 1970
Secara etimologis andragogi berasal dari bahasa lati “andros” yang berarti orang dewasa dan ”agogos” yang berarti memimpin atau melayani. Dalam andragogi yang belajar adalah orang dewasa karena mereka pun mempunyai kebutuhan untuk belajar, agar mempertahankan eksistensinya di tengah masyarakat, yang bersifat pengarahan diri untuk mengumpulkan pengalaman dan segera di implikasikan. Contoh dari andragogi adalah pendidikan yang didapat dari kursus-kursus.
Jadi, andragogi mempersiapkan orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam rangka memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
c.       Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) tahun 2000
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
1.Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
2. Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini:
·                     Infant (0-1 tahun)
·                     Toddler (2-3 tahun)
·                     Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)
·                     Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
Jadi, PAUD merupakan penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
2.    Cara pandang Psikologi, Sosiologi dan Atropologi
a.      Cara pandang Psikologi terhadap cara pandang manusia dalam ilmu pendidikan
Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.
Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa melalui cara pandang psikologi pendidikan memberikan kontribusi terhadap penyelesaian persoalan pendidikan yang biasanya terjadi selama proses belajar dengan memandang subjek didik dan tidak menilai secara langsung kesalahan yang ada pada subjek didik, tetapi berusaha menciptakan dan mendorong subjek didik yang bersemangat dalam belajar. Tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif  bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks, melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan inilah fungsi motivator, inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik.
b.      Cara pandang Sosiologi terhadap cara pandang manusia dalam ilmu pendidikan
Sosiologi pendidikan adalah  suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari sosiologi dalam pendidikan untuk mengkaji faktor-faktor sosial dalam pendidikan dan bidang kajian sosiologi pendidikan sendiri, berangkat dari keinginan para sosiologi untuk meyumbangkan pemikirannya bagi pemecahan masalah pendidikan. Sosiologi memberikan beberapa makna bagi pengembangan pendidikan, yakni : 1. Apresiasi terhadap adanya kenyataan pluralitas budaya dalam masyarakat, 2. Pengakuan terhadap harkat manusia dan hak asasi manusia, 3. Pengembangan tanggung jawab masyarakat dunia, 4. Pengembangan tanggungjawab manusia terhadap planet bumi.(Tilaar, 2003). Peran pendidikan dipahami bukan saja dalam konteks mikro (kepentingan anak didik melalui proses interaksi pendidikan) melainkan juga dalam konteks makro, yaitu kepentingan masyarakat bangsa, negara dan kemanusiaan. Hubungan antara pendidikan dan masyarakat berarti mencakup hubungan pendidikan dengan perubahan sosial, tatanan ekonomi, politik dan negara. Maka dituntut mampu memperhitungkan dan melakukan antisipasi perkembangan sosial, ekonomi, politik secara simultan. Peserta didik dipandang sebagai orang yang merupakan bagian dari masyarakat, sehingga proses pendidikan harus memiliki orientasi terhadap masyarakat. Pendidikan adalah sebuah proses sosial bagi orang yang belum maupun sudah dewasa untuk menjadi bagian aktif dan partisipatif dalam masyarakat.
Mengapa sosiologi penting bagi ilmu pendidikan karena manusia tidak bisa hidup sendiri, dengan adanya sosiologi maka manusia saling membantu, dan dengan adanya pendidikan maka manusia bisa meningkatkan taraf hidupnya, misal manusia tidak mampu untuk belajar sendiri tanpa adanya seorang guru dan dari PBM manusia mampu menaikan status hidup atau sosialnya. Jika kita kaitkan, menurut teori Cultural Direct Reproduction (CDR) dikatakan bahwa peran pendidikan adalah sebagai reproduksi kultur dan legitimasi kekuasaan. Sehingga manusia yang hanya hidup sendiri, tidak akan mendapat pengakuan apa-apa secara akademisi, tetapi lain halnya manusia yang hidup sosialnya didukung pula dengan pendidikan yang cukup, maka eksistensinya di kehidupan sosial diakui karena adanya pendidikan yang menunjang manusia tersebut untuk selalu bereksistensi.
Jadi, cara pandang sosiologi  terhadap cara pandang manusia dalam ilmu pendidikan adalah menjadikan pendidikan sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan bagaimana manusia berperan dalam kehidupan sosialnya, serta menjadikan sosiologi sebuah landasan dalam pendidikan, agar memunculkan semangat bahwa kehidupan sosial yang baik, adalah sosial yang ditingkatkan dengan pendidikan.
c.       Cara pandang Antropologi terhadap cara pandang manusia dalam ilmu pendidikan
Antropologi pendidikan merupakan sebuah kajian sistematik, tidak hanya mengenai praktek pendidikan dalam perspektif budaya, tetapi juga tentang asumsi yang dipakai antropologi terhadap pendidikan dan asumsi yang dicerminkan oleh praktek-praktek pendidikan.
Menurut Shomad (2009:1), antropologi pendidikan mengkaji penggunaan teori-teori dan metode yang digunakan oleh para antropolog serta pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan kebutuhan manusia atau masyarakat. Dengan demikian, antropologi pendidikan bukan menghasilkan ahli-ahli antropologi melainkan menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang pendidikan melalui perspektif antropologi.
Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga formal dan informal. Penyampaian kebudayaan melalui lembaga informal tersebut dilakukan semenjak kecil di dalam lingkungan keluarganya. Dalam masyarakat, pendidikan memiliki fungsi yang sangat besar dalam memahami kebudayaan sebagai satu keseluruhan. Antropologi pendidikan dihasilkan melalui teori khusus dan percobaan yang terpisah dengan kajian yang sistematis mengenai praktek pendidikan dalam perspektif budaya, sehingga antropologi menyimpulkan bahwa sekolah merupakan sebuah benda budaya yang menjadi skema nilai-nilai dalam membimbing masyarakat.
Menurut Shomad (2009:3-4), menjelaskan implementasi pendidikan sebagai penyesuaian diri dengan masyarakat, lingkungan dan kebudayaan sebagai bentuk ruang lingkup antroplogi pendidikan berlangsung dalam proses:
a. Proses sosialisasi:
Proses ini dimulai sejak bayi baru lahir. Bayi berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya, hingga terjadi komunikasi timbal balik dan seterusnya hingga ia tumbuh dan berkembang.
Adapun yang menjadi sorotan dalam proses sosialisasi yaitu:
1. adanya konflik oleh ketidakharmonisan antara keinginan pribadi, anak dengan tuntutan norma dan aturan yang berlaku.
2. perbedaan status ekonomi dan letak geografis.
b. Proses Enkulturasi
Enkulturasi, artinya pembudayaan. Yang dimaksud adalah proses pembudayaan anak agar menjadi manusia berbudaya.
Jadi, cara pandang antropologi  terhadap cara pandang manusia dalam ilmu pendidikan adalah menjadikan bahwa sekolah sebuah benda budaya yang menjadi skema nilai-nilai dalam membimbing masyarakat. Dengan adanya landasan antropologi pendidikan diharapkan tidak ada lagi masyarakat yang terbelakang sekalipun mereka tinggal didaerah pedalaman, dan dengan landasan antropologi pendidikan diharapkan menciptakan sebuah konotasi positif terhadap arti sekolah didalam membentuk nilai-nilai hidup dalam masyarakat.
3.    Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
Sistem berasal bari bahasa Yunani systema, yang berarti sehimpunan bagan atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan . Istilah sistem adalah suatu konsep yang abstrak. Defnisi tradisional menyatakan bahwa sistem adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai satu tujuan.
Sistem pendidikan pada hakikatnya adalah seperangkat sarana yang dipolakan untuk membudayakan nilai-nilai budaya masyarakat yang dapat mengalami perubahan-perubahan bentuk dan model sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup masyarakat dalam rangka mengejar cita-cita hidaup yang sejahtera lahir maupun batin.
A. Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan pendidikan. Suatu usaha pendidikan menyangkut tiga unusur pokok, yaitu unsur masukan, unsur proses usaha itu sendiri, dan unsur hasil usaha. Hubungan ketiga unsur itu dapat digambarkan sebagai berikut:
1.    Proses Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
Masukan usaha pendidikan ialah peserta didik dengan berbagai ciri-ciri yang ada pada diri peserta didik itu (antara lain bakat, minat, kemampuan, keadaan jasmani,). Dalam proses pendidikan terkait berbagai hal, seperti pendidik, kurikulum, gedung sekolah, buku, metode mengajar, dan lain-lain, sedangkan hasil pendidikan dapat meliputi hasil belajar (yang berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan) setelah selesainya suatu proses belajar mengajar tertentu. Dalam rangka yang lebih besar, hasil proses pendidikan dapat berupa lulusan dari lembaga pendidikan (sekolah) tertentu.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1979) menjelaskan pula bahwa, “Pendidikan merupakan suatu sistem yang mempunyai unsur-unsur tujuan/sasaran pendidikan, peserta didik, pengelola pendidikan, struktur/jenjang. Kurikulum dan peralatan/fasilitas.”
P.H. Combs (1982) mengemukakan dua belas komponen pendidikan seperti berikut:
a. Tujuan dan Prioritas
Fungsinya mengarahkan kegiatan sistem. Hal ini merupakan informasi tentang apa yang hendak dicapai oleh sistem pendidikan dan urutan pelaksanaannya.
b. Peserta Didik
Fungsinya ialah belajar. Diharapkan peserta didik mengalami proses perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan umum pendidikan.
c. Manajemen atau Pengelolaan
Fungsinya mengkoordinasikan, mengarahkan, dan menilai sistem pendidikan. Komponen ini bersumber pada sistem nilai dan cita-cita yang merupakan informasi tentang pola kepemimpinan dalam pengelolaan sistem pendidikan.
d. Struktur dan Jadwal Waktu
Fungsinya mengatur pembagian waktu dan kegiatan.
e. Isi dan Bahan Pengajaran
Fungsinya untuk menggambarkan luas dan dalamnya bahan pelajaran yang harus dikuasai peserta didik.
f. Guru dan Pelaksana
Fungsinya menyediakan bahan pelajaran dan menyelenggarakan proses belajar untuk peserta didik.
g. Alat Bantu Belajar
Fungsinya untuk memungkinkan terjadinya proses pendidikan yang lebih menarik dan lebih bervariasi.
h. Fasilitas
Fungsinya untuk tempat terselenggaranya proses pendidikan.

i. Teknologi
Fungsinya memperlancar dan meningkatkan hasil guna proses pendidikan. Yang dimaksud dengan teknologi ialah semua teknik yang digunakan sehingga sistem pendidikan berjalan dengan efisien dan efektif.
j. Pengawasan Mutu
Fungsinya membina peraturan-peraturan dan standar pendidikan.
k. Penelitian
Fungsinya untuk memperbaiki dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan penampilan sistem pendidikan.
l. Biaya
Fungsinya melancarkan proses pendidikan dan menjadi petunjuk tentang tingkat efesiensi sistem pendidikan.
Pendidikan sebagai suatu sistem dapat pula digambarkan dalam bentuk model dasar input-output berikut ini. Segala sesuatu yang masuk dalam sistem dan berperan dalam proses pendidikan disebut masukan pendidikan. Lingkungan hidup menjadi sumber masukan pendidikan. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pendidikan diantaranya: filsafat negara, agama, sosial, kebudayaan, ekonomi, politik, dan demografi. Ketujuh faktor ini merupakan supra sistem pendidikan.
Jadi, pendidikan sebagai suatu sistem berada bersama, terikat, dan tertenun di dalam supra sistemnya yang terdiri dari tujuh sistem tersebut. Berarti membangun suatu lembaga pendidikan baru atau memperbaiki lembaga pendidikan lama.
4.    Indonesia Menggunakan Pendekatan Cara Pandang Manusia Terhadap Ilmu Pendidikan dan Implikasinya
Objek material ilmu pendidikan adalah perilaku manusia. Objek formalnya adalah menelaah fenomena pendidikan dalam perspektif yang luas dan integrative. Oleh karena itu, manusia adalah makhluk belajar, merupakan subjek dan objek dalam ilmu pendidikan, sebagaimana yang telah diuraikan diatas, ilmu pendidikan dimulai dari munculnya pedagogi, andragogi, hingga munculnya PAUD, semua subjek dan objeknya adalah manusia.
Kemudian, pendidikan sebagai gejala manusiawi, dapat dianalisis yaitu adanya komponen pendidikan yang saling berinteraksi dalam suatu rangkaian keseluruhan untuk mencapai tujuan.
Komponen pendidikan itu adalah :
(a)   tujuan pendidikan,
(b)   peserta didik,
(c)   pendidik,
(d)   isi pendidikan,
(e)   metode pendidikan,
 (f) alat pendidikan,
(g)   lingkungan pendidikan.
2. Pendidikan sebagai upaya sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia. Menurut Noeng Muhadjir sistematika ini bertolak dari fungsi pendidikan, yaitu : (a) menumbuhkan kreatifitas peserta didik, (b) menjaga lestarinya nilai insani dan nilai ilahi, (c) menyiapkan tenaga produktif.
3. Pendidikan sebagai gejala manusiawi. Menurut Mochtar Buchori ilmu pendidikan mempunyai 3 dimensi : (1) dimensi lingkungan pendidikan, (2) dimensi jenis-jenis persoalan pendidikan, (3) dimensi waktu dan ruang.
Jadi, mengapa Indonesia Menggunakan Pendekatan Cara Pandang Manusia Terhadap Ilmu Pendidikan karena objeknya dijumpai dalam dunia pengalaman, secara Rokhaniah, karena situasi pendidikan berdasar atas tujuan manusia tidak membiarkan pesrta didik kepada keadaan alamnya. Secara Normatif karena berdasar atas pemilihan antara yang baik dan yang buruk. Kemudian secara historis, karena memberikan uraian teoritis tentang sistem-sistem pendidikan sepanjang jaman dengan mengingat latar belakang kebudayaan dan filsafat yang berpengaruh pada jaman tertentu dan secara praktis, karena memberikan pemikiran tentang masalah dan ketentuan pendidikan yang langsung ditujukan kepada perbuatan mendidik. Serta implikasinya dalam pengembangan pendidikan sebagai suatu sistem yaitu adanya kerjasama dengan lingkungan sekitar pendidikan baik stake holder maupun pihak yang bersinggungan langsung, sehingga tercipta pendidikan lebih bersifat lebih humanis dan berperannya orang diluar pendidikan guna meningkatkan mutu pendidikan, karena mutu pendidikan yang baik bukan hasil kerja keras guru dan peserta didik, tetapi seluruh pihak yang ada disekitar dan luar pendidikan tersebut.
3. Teori-teori yang dikembangkan dalam ilmu pendidikan memberi pencerahan kepada guru dalam upaya mengembangkan kemampuan dan potensi peserta didik.Bagaimanakah tanggapan saudara atas pertanyaan itu? Berikan contoh kejadian dalam proses pembelajaran yang menguatkan tanggapan saudara tersebut.
Jawaban:
1.    Pengertian Teori
Menurut kerlinger teori adalah konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya yang mengandung suatu pandangan sistematis dari suatu fenomena.
Menurut emory cooper teori adalah merupakan suatu kumpulan konsep, defenisis, proposisi dan variabel yang berkaitan satu sama lain secara sistematis dan telah digeneralisasikan sehingga dapat menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena tertentu.
Kemudian menurut gardner, teori adalah hipotesis yang belum terbukti atau spekulasi tentang kenyataan yang belum diketahui secara pasti.
Menurut pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa teori adalah konsep atau pendapat yang dikemukakan mengenai fenomena yang sifatnya menjelaskan sesuatu yang belum terbukti.
2.    Ilmu
A.Pengertian Ilmu
Moh. Nazir, Ph.D (1983:9)
Mengemukakan bahwa ilmu tidak lain dari suatu pengetahuan, baik natural atau pun sosial, yang sudah terorganisir serta tersusun secara sistematik menurut kaidah umum.
Ahmad Tafsir (1992:15)
Memberikan batasan ilmu sebagai pengetahuan logis dan mempunyai bukti empiris.
Sikun Pribadi (1972:1-2)
Merumuskan pengertian ilmu secara lebih rinci (ia menyebutnya ilmu pengetahuan), bahwa Obyek ilmu pengetahuan ialah dunia fenomenal, dan metode pendekatannya berdasarkan pengalaman (experience) dengan menggunakan berbagai cara seperti observasi, eksperimen, survey, studi kasus, dan sebagainya. Pengalaman-pengalaman itu diolah oleh fikiran atas dasar hukum logika yang tertib. Data yang dikumpulkan diolah dengan cara analitis, induktif, kemudian ditentukan relasi antara data-data, diantaranya relasi kausalitas. Konsepsi-konsepsi dan relasi-relasi disusun menurut suatu sistem tertentu yang merupakan suatu keseluruhan yang terintegratif. Keseluruhan integratif itu kita sebut ilmu pengetahuan.”
Dari beberapa pengertian ilmu di atas dapat diperoleh gambaran bahwa pada prinsipnya ilmu merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan fakta yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah.
B.       Syarat-syarat Ilmu :
Suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila dapat memenuhi persyaratan-persyaratan, sebagai berikut
1.        ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik yang berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang manusia (Biopsikososial). Lorens Bagus (1996) menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara obyek material dan obyek formal. Obyek formal merupakan obyek konkret yang disimak ilmu. Sedang obyek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah obyek formalnya. Sementara obyek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.
2.        ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di dalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu. Metode ini dikenal dengan istilah metode ilmiah. Dalam hal ini, Moh. Nazir, (1983:43) mengungkapkan bahwa metode ilmiah boleh dikatakan merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interrelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Almack (1939) mengatakan bahwa metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesutu interrelasi. Selanjutnya pada bagian lain Moh. Nazir mengemukakan beberapa kriteria metode ilmiah dalam perspektif penelitian kuantitatif, diantaranya: (a) berdasarkan fakta, (b) bebas dari prasangka, (c) menggunakan prinsip-prinsip analisa, (d) menggunakan hipotesa, (e) menggunakan ukuran obyektif dan menggunakan teknik kuantifikasi. Belakangan ini berkembang pula metode ilmiah dengan pendekatan kualitatif. Nasution (1996:9-12) mengemukakan ciri-ciri metode ilimiah dalam penelitian kualitatif, diantaranya : (a) sumber data ialah situasi yang wajar atau natural setting, (b) peneliti sebagai instrumen penelitian, (c) sangat deskriptif, (d) mementingkan proses maupun produk, (e) mencari makna, (f) mengutamakan data langsung, (g) triangulasi, (h) menonjolkan rincian kontekstual, (h) subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti, (i) verifikasi, (j) sampling yang purposif, (k) menggunakan audit trail, (l)partisipatipatif tanpa mengganggu, (m) mengadakan analisis sejak awal penelitian, (n) disain penelitian tampil dalam proses penelitian.
3.        Pokok permasalahan(subject matter atau focus of interest). ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan yang akan dikaji.

a.      Kaitannya teori dan ilmu dalam kerangka berpikir
Kerangka berpikir  atau kerangka konsep disusun berdasarkan teori. Jadi dalam hal ini kerangka pemikiran merupakan argumentasi teoritis  berkaitan dengan hubungan yang berdasarkan teori  diperkirakan ada  antara konsep atau variabel-variabel yang dikaji melalui penelitian kuantitatif. Teori-teori yang memilki kebenaran koherensi  tentunya akan  menjadi landasan yang tepat untuk menyusun kerangka berpikir yang bersifat ilmiah.
Berpikir adalah kerja otak, kerja mental dan kognitif, kerja kognitif dan long term memori yang memadukan beberapa peristiwa, yang ada di otak kita, lalu dipadukan menjadi proses berpikir. Proses berpikir dimulai dari abstraksi, menganalisis, kesimpulan dan komparasi.
Berpikir adalah daya jiwa yang dapat meletakkan hubungan-hubungan antara pengetahuan kita. Berpikir merupakan proses yang “dialektis” artinya selama kita berpikir , pikiran kita dalam keadaan tanya jawab untuk dapat meletakkan hubungan pengetahuan kita. Dalam berpikir kita memerlukan alat yaitu akal (ratio) hasil berpikir tersebut dapat diwujudkan dengan bahasa atau dengan kata lain kita dapat mengomunikasikan atau mengubah dari proses berpikir menjadi pesan-pesean yang dapat diterima oleh indifidu lain sehingga individu lain dapat mengetahui apa hasil pemikiran kita. Dalam proses berpikir dipengeruhi oleh intelegensi atau kecerdasan yang dimiliki individu sehingga kemampuan berpikir seseorang berbeda dengan individu lainnya. Menurut W. Stern, intelegensi adalah suatu daya jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat didalam situasi yang baru.
Proses yang dilewati dalam proses berpikir adalah sebagai berikut:
  1. Proses pembentukan pengertian, yaitu kita menghilangkan ciri-ciri umum dari sesuatu sehingga yang tertinggal hanya ciri-ciri khas dari sesuatu tersebut.
  2. Pembentukan pendapat, yaitu pikiran kita menggebungkan (menguraikan) beberapa pengertian sehingga terbentuk pendapat dari pikiran kita.
  3. Pembentukan keputusan, yaitu pikiran kita menggabung-gabungkan pikiran kita tersebut
  4. Pembentukan kesimpulan, yaitu pikiran kita menarik keputusan-keputusan dari keputusan yang lain.
Dengan adanya proses berpikir maka akan menghasilkan adanya kesimpulan. Kesimpulan tersebut digolongkan menjadi tiga macam sebagai berikut:
  1. Kesimpulan induksi artinya kesimpulan yang ditarik dari keputusan-keputusan yang khusus untuk mendapatkan yang umum.
  2. Kesimpulan deduksi, artinya kesimpulan yang ditarik dari kesimpulan umum untuk mendapatkan keputusan khusus.
  3. Kesimpulan analogis, artinya kesimpulan yang ditarik denagn cara membandingkan situasi yang satu deangan situasi yang lain, yang sudah kita kenal kurang teliti, sehingga kesimpulan analogi ini biasanya kurang benar.
Jadi, kaitan teori dan ilmu dengan kerangka berpikir yaitu teori didapat dari proses berpikir manusia teori terjadi karena manusia berpikir misal newton duduk lalu melihat buah apel jatuh, lalu ia berpikir mengapa apel tersebut harus jatuh kebawah, sehingga dari pemikiranya muncul teori gaya gravitasi bumi, lalu menjadi ilmu setelah melalui berbagai tahap pembuktian (metoda). Didalam berpikir harus melalui tahapan sehingga dihasilkan sebuah pemikiran yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Proses berpikir dipengaruhi oleh intelegensi atau kecerdasan yang dimiliki individu sehingga kemampuan berpikir seseorang berbeda dengan individu lainnya
3.    Potensi Peserta Didik (Multiple Intelegencies)
Manusia diciptakan sebagai makhluk yang unik. Tidak ada satu pun manusia yang hanya memiliki sisi positif. Begitupun sebaliknya, tidak ada manusia yang hanya memiliki sisi negatif.
Berdasarkan paradigma itulah seorang guru harus senantiasa optimis bahwa peserta didiknya memiliki potensi, bahkan memiliki banyak potensi. Kelemahan kita adalah kurang cermat dalam mengenali potensi-potensi yang terpendam dalam setiap peserta didik.
Dr. Sumardi, M.Sc. dalam bukunya Password Menuju Sukses telah mengidentifikasi tiga belas jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan bahasa, logika, visual-ruang, raga, musik, sosial (interpersonal), pribadi (intrapersonal), masak (kuliner), alam (natural), emosi, spiritual, keuletan, dan keuangan. Sembilan kecerdasan pertama dikemukakan pertama kali pada tahun 1983 oleh Howard Gardner, seorang psikolog Amerika Serikat dan diberi label multiple intelligences atau kecerdasan majemuk.
Pemahaman tentang berbagai potensi peserta didik mutlak harus dimiliki oleh setiap pendidik. Hal itu sejalan dengan tujuh prinsip penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), yaitu (1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, (2) Beragam dan terpadu, (3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, (4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan, (5) Menyeluruh dan berkesinambungan, (6) Belajar sepanjang hayat, dan (7) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Agar guru dapat mengenali potensi peserta didik, cara yang paling mudah dan sederhana adalah dengan mengajukan pertanyaan, ”Apa yang paling senang kamu lakukan dan orang lain menilai hasilnya sangat bagus dan luar biasa?”. Sebagian peserta didik mungkin menjawab suka mengerjakan Matematika. Itu artinya dia memiliki kecerdasan logika. Sebagian siswa mungkin merasa senang apabila menulis atau belajar bahasa asing. Artinya, dia memiliki kecerdasan linguistik. Sebagian lagi mungkin senang bermain musik, dan sebagainya.
Teori Multiple Intelligences yang menyatakan bahwa kecerdasan meliputi sembilan kemampuan intelektual. Teori tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan intelektual yang diukur melalui tes IQ sangatlah terbatas karena tes IQ hanya menekan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa (Gardner, 2003). Padahal setiap orang mempunyai cara yang unik untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Kecerdasan bukan hanya dilihat dari nilai yang diperoleh seseorang. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain
Jadi, dengan memahami potensi yang ada pada peserta didik, maka guru diharapkan tidak memukul rata peserta didik dengan kategori bodoh dan pintar, karena peserta didik dianugerahi tuhan bermacam-macam potensi yang berbeda-beda, dengan kemampuan mereka yang beragam, diharapkan guru mampu menciptakan PBM yang maksimal bagi semua kebutuhan belajar anak.


4.    Tanggapi kecerdasan tersebut, setuju atau tidak sertakan alasan, contoh dan teori yang menguatkannya
Saya setuju dengan sembilan keceradasan yang ada pada anak dijadikan acuan dalam PBM, karena pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh ank-anak ataupun dewasa, dengan adanya teori multiple intelegensi yang diperkenalkan oleh howard gardner pada tahun 1983 yang mengatakan bahwa setiap orang mempunyai cara unik untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya, dan hal tersebut berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melihat suatu masalah lalu menyelesaikan masalah tersebut dengan membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain, menurut gardner kecerdasan intelektual tidak hanya mencakup kecerdasan bahasa dan matematika saja, tetapi juga harus dilihat dari aspek kinestis, musical, visual, spatial, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis, kita cenderung menghargai orang-orang yang memeang ahli dalam logika dan bahasa, akan tetapi kita harus memberikan perhatian juga kepada orang yang memiliki talenta diluar kemampuan logika dan bahasa sepeerti penari, designer, dan artis.
Sebagai contoh Andri Wongso (motivator indonesia) adalah salah satu orang yang dianggap tidak berhasil di sekolah tetapi menjadi orang yang sangat berhasil dibidangnya. Kemudian muncullah sebuah pertanyaan dimana letak kemampuan akademik seseorang?
Karena itu Amstrong (2002) menyebutkan, kecerdasan tersebut merupakan modalitas untuk melejitkan kemampuan setiap siswa dan menjadikan mereka sebagai sang juara, karena pada dasarnya setiap anak cerdas. Sebelum menerapkan MI sebagai suatu strategi dalam pengembangan potensi seseorang, perlu kita kenali atau pahami ciri-ciri yang dimiliki seseorang.
1. Kecerdasan Linguistik, umumnya memiliki ciri antara lain (a) suka menulis kreatif, (b) suka mengarang kisah khayal atau menceritakan lelucon, (c) sangat hafal nama, tempat, tanggal atau hal-hal kecil, (d) membaca di waktu senggang, (e) mengeja kata dengan tepat dan mudah, (f) suka mengisi teka-teki silang, (f) menikmati dengan cara mendengarkan, (g) unggul dalam mata pelajaran bahasa (membaca, menulis dan berkomunikasi). Contohnya arswendo atmowiloto.
2. Kecerdasan Matematika-Logis, cirinya antara lain: (a) menghitung problem aritmatika dengan cepat di luar kepala, (b) suka mengajukan pertanyaan yang sifatnya analisis, misalnya mengapa hujan turun?, (c) ahli dalam permainan catur, halma dsb, (d) mampu menjelaskan masalah secara logis, (d) suka merancang eksperimen untuk membuktikan sesuatu, (e) menghabiskan waktu dengan permainan logika seperti teka-teki, berprestasi dalam Matematika dan IPA. Contohnya pemenang Olimpiade matematika 2009 Stefano Chiesa Suryanto  
3. Kecerdasan Spasial dicirikan antara lain: (a) memberikan gambaran visual yang jelas ketika menjelaskan sesuatu, (b) mudah membaca peta atau diagram, (c) menggambar sosok orang atau benda persis aslinya, (d) senang melihat film, slide, foto, atau karya seni lainnya, (e) sangat menikmati kegiatan visual, seperti teka-teki atau sejenisnya, (f) suka melamun dan berfantasi, (g) mencoret-coret di atas kertas atau buku tugas sekolah, (h) lebih memahamai informasi lewat gambar daripada kata-kata atau uraian, (i) menonjol dalam mata pelajaran seni. Contohnya artis terkenal Maddona.
4. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani, memiliki ciri: (a) banyak bergerak ketika duduk atau mendengarkan sesuatu, (b) aktif dalam kegiatan fisik seperti berenang, bersepeda, hiking atau skateboard, (c) perlu menyentuh sesuatu yang sedang dipelajarinya, (d) menikmati kegiatan melompat, lari, gulat atau kegiatan fisik lainnya, (e) memperlihatkan keterampilan dalam bidang kerajinan tangan seperti mengukir, menjahit, memahat, (f) pandai menirukan gerakan, kebiasaan atau prilaku orang lain, (g) bereaksi secara fisik terhadap jawaban masalah yang dihadapinya, (h) suka membongkar berbagai benda kemudian menyusunnya lagi, (i) berprestasi dalam mata pelajaran olahraga dan yang bersifat kompetitif. Contohnya Taufik Hidayat.
5. Kecerdasan Musikal memiliki ciri antara lain: (a) suka memainkan alat musik di rumah atau di sekolah, (b) mudah mengingat melodi suatu lagu, (c) lebih bisa belajar dengan iringan musik, (d) bernyanyi atau bersenandung untuk diri sendiri atau orang lain, (e) mudah mengikuti irama musik, (f) mempunyai suara bagus untuk bernyanyi, (g) berprestasi bagus dalam mata pelajaran musik. Contohnya Adi MS dan Idris sardi.
6. Kecerdasan Interpersonal memiliki ciri antara lain: (a) mempunyai banyak teman, (b) suka bersosialisasi di sekolah atau di lingkungan tempat tinggalnya, (c) banyak terlibat dalam kegiatan kelompok di luar jam sekolah, (d) berperan sebagai penengah ketika terjadi konflik antartemannya, (e) berempati besar terhadap perasaan atau penderitaan orang lain, (f) sangat menikmati pekerjaan mengajari orang lain, (g) berbakat menjadi pemimpin dan berperestasi dalam mata pelajaran ilmu sosial. Contohnya Mario teguh.
7. Kecerdasan Intrapersonal memiliki ciri antara lain: (a) memperlihatkan sikap independen dan kemauan kuat, (b) bekerja atau belajar dengan baik seorang diri, (c) memiliki rasa percaya diri yang tinggi, (d) banyak belajar dari kesalahan masa lalu, (e) berpikir fokus dan terarah pada pencapaian tujuan, (f) banyak terlibat dalam hobi atau proyek yang dikerjakan sendiri.
8. Kecerdasan Naturalis, memiliki ciri antara lain: (a) suka dan akrab pada berbagai hewan peliharaan, (b) sangat menikmati berjalan-jalan di alam terbuka, (c) suka berkebun atau dekat dengan taman dan memelihara binatang, (d) menghabiskan waktu di dekat akuarium atau sistem kehidupan alam, (e) suka membawa pulang serangga, daun bunga atau benda alam lainnya, (f) berprestasi dalam mata pelajaran IPA, Biologi, dan lingkungan hidup.
Keunikan yang dikemukakan Gardner adalah, setiap kecerdasan dalam upaya mengelola informasi bekerja secara spasial dalam sistem otak manusia. Tetapi pada saat mengeluarkannya, ke delapan jenis kecerdasan itu bekerjasama untuk menghasilkan informasi sesuai yang dibutuhkan.
Tenaga pendidik harus bekerjasama dengan orang tua untuk mengembangkan berbagai jenis kecerdasan pada anak didik di dalam proses belajar yang dilaksanakan di lingkungan lembaga pendidikan.
Kecerdasan (Inteligensi) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni : Kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah. Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas, akan mampu memilih strategi pencapaian sasaran yang lebih baik dari orang yang kurang cerdas. Artinya orang yang cerdas mestinya lebih sukses dari orang yang kurang cerdas. Yang sering membingungkan ialah kenyataan adanya orang yang kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di sekolah) kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari dari rekan-rekannya yang lebih cerdas, dan sebaliknya.
Prestasi seseorang ditentukan juga oleh tingkat kecerdasannya (Inteligensi). Walaupun mereka memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan orang tuanya memberi kesempatan seluas-luasnya untuk meningkatkan prestasinya, tetapi kecerdasan mereka yang terbatas tidak memungkinkannya untuk mencapai keunggulan. Tingkat Kecerdasan Tingkat kecerdasan (Intelegensi) bawaan ditentukan baik oleh bakat bawaan (berdasarkan gen yang diturunkan dari orang tuanya) maupun oleh faktor lingkungan (termasuk semua pengalaman dan pendidikan yang pernah diperoleh seseorang; terutama tahun-tahun pertama dari kehidupan mempunyai dampak kuat terhadap kecersan seseorang). Secara umum intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Kemampuan untuk berpikir abstrak.
2.      Untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar.
3.      Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.
Perumusan pertama melihat inteligensi sebagai kemampuan berpikir. Perumusan kedua sebagai kemampuan untuk belajar dan perumusan ketiga sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri. Ketiga-tiganaya menunjukkan aspek yang berbeda dari intelegensi, namun ketiga aspek tersebut saling berkhaitan. Keberhasilan dalam menyesuaikan diri seseorang tergantung dari kemampuannya untuk berpikir dan belajar. Sejauhmana seseorang dapat belajar dari pengalaman-pengalamannya akan menentukan penyesuaian dirinya. Ungkapan-ungkapan pikiran, cara berbicara, dan cara mengajukan pertanyaan, kemampuan memecahkan masalah, dan sebagainya mencerminkan kecerdasan. Akan tetapi, diperlukan waktu lama untuk dapat menyimpulkan kecerdasan seseorang berdasarkan pengamatan perilakunya, dan cara demikian belum tentu tepat pula. Oleh karena itu, para ahli telah menyusun bermacam-macam tes inteligensi yang memungkinkan kita dalam waktu yang relatif cepat mengetahui tingkat kecerdasan seseorang. Inteligensi seseorang biasanya dinyatakan dalam suatu kosien inteligensi Intelligence Quotient(IQ). IQ tetapi belum tentu untuk mengukur bakat seni, bakat kreatif-produktif, dan bakat kepemimpinan. Para ahli cenderung untuk mengidentifikasi bakat intelektual berdasarkan tes intelegensi semata-mata. Bagaimana dengan anak yang tidak berbakat? akan tetapi, akhir-akhir ini para ahli makin menyadari bahwa keberbakatan adalah sesuatu yang majemuk, artinya meliputi macam-macam ranah atau aspek, tidak hanya kecerdasan.
Seseorang dapat dikatakan mempunyai bakat intelektual, apabila ia mempunyai intelegensi tinggi atau kemampuan di atas rata-rata dalam bidang intelektual yang antara lain mempunyai daya abstraksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan memecahkan masalah). Akan tetapi, kecerdasan yang cukup tinggi belum menjamin keberbakatan seseorang. Kreatifitas sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya, adalah sama pentingnya.
Adapun yang dimaksud dengan anak berbakat adalah mereka yang karena memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul dan mampu memberikan prestasi yang tinggi. Anak-anak ini membutuhkan program pendidikan yang berdeferensiasi atau pelayanan yang di luar jangkauan program sekolah biasa, agar dapat mewujudkan bakat-bakat mereka secara optimal, baik bagi pengembangan diri maupun untuk dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi kemajuan masyarakat dan negara. Bakat-bakat tersebut baik sebagai potensi maupun yang sudah terwujud meliputi :kemampuan intelektual umum, kemampuan berpikir kreatif-produktif, kemampuan dalam salah satu bidang seni, kemampuan psikomotor, kemampuan psikososial seperti bakat kepemimpinan.
Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menjamin anak yang berhasil, tidak hanya dikategorikan sukses sekolah semata, kecerdasan bukanlah satu-satunya elemen untuk mengukur potensi anak, karena anak mempunyai kemampuan atau bakat yang berbeda-beda didalam menyelesaikan masalah tergantung dari kemampuan mereka berpikir untuk menyelesaikan masalah oleh karena itu, janganlah menjadi pendidik yang hanya berpikir bahwa anak pintar karena tingginya nilai akdemik mereka, tetapi pada saat mereka tidak mampu mencapai itu, cobalah untuk membantu mereka menggali potensi yang lain, sehingga mereka tidak jenuh selama PBM berlangsung.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar