1. Petakan kedudukan mata kuliah landasan dan problematika
pendidikan dalam kerangka totalitas program studi teknologi pendidikan. Uraikan
perannya dalam upaya mengembangkan kemampuan sebagai ilmuan, profesional, dan
seniman lulusannya dalam bidang teknologi pendidikan!
Jawaban:
1.
Tujuan
a.
Tujuan Program Pascasarjana (PPs) Unversitas Sriwijaya (UnSri)
Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1998, Tujuan pendirian Program Pascasarjana
adalah untuk menyelenggarakan pendidikan lanjutan dalam suatu cabang,
teknologi dan seni tertentu untuk dapat mengasilkan lulusan magister (S2)
dan doktor (S3) dengan ciri-ciri kemampuan sebagai berikut:
1. Memiliki dedikasi, integritas dan kepribadian yang
tinggi.
2. Bersikap terbuka serta senantiasa tanggap dan siap
meraih peluang dan menjawab tantangan perkembangan pembangunan ataupun
permasalahan yang dihadapi masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan bidang
keahliannya.
3. Memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan dan
pengembangan profesi melalui riset pengembangan.
4. Memiliki kemampuan untuk mengembangkan disiplin
Ilmu Pengetahuan dan teknologi yang dipelajarinya sebagai suatu profesi guna
menunjang laju peningkatan kesejahteraan manusia di nusantara dan mancanegara.
Jadi, dengan adanya tujuan PPs UnSri diharapkan mengeluarkan
lulusan yang memiliki kemampuan dibidang riset pengembangan sehingga berguna di
masyarakat serta mampu menambah khazanah ilmu pengetahuan.
b.
Tujuan Program Studi Teknologi Pendidikan (TP)
Tujuan penyelenggaran
Pendidikan Program Magister ( S2) Teknologi Pendidikan Program Pascasarjana
Universitas Sriwijaya adalah untuk menghasilkan lulusan yang bermutu dengan
ciri-ciri sebagai berikut:
- Mempunyai keahlian dan/atau kemahiran dalam membelajarkan peserta didik dengan memadukan secara sistematik komponen sarana belajar melipiti orang,isi ajaran, media dan bahan ajaran,peralatan,teknik dan lingkungan.
- Mempunyai kemampuan memecahkan permasalahan dibidang pendidikan dan pelatihan melalui usaha sinergi yang memadukan perkembangan ilmu dan pengetahuan,teknologi , informasi dan sosial ekonomi.
- Mempunyai kemampuan melakukan penelitian dan pengembangan dalam bidang Teknologi pendidikan berdasarkan kaidah ilmiah.
- Memiliki kepekaan terhadap kecenderungan tantangan global serta memiliki kemampuan kompetitif untuk merebut peluang pasar tenaga kerja.
Jadi, dengan adanya tujuan dari Program Studi TP diharapkan
mengeluarkan lulusan yang memiliki kemampuan untuk bersaing di masyarakat dalam
hal penelitian, yang menghasilkan sebuah ide-ide baru sehingga mampu menciptakan
peluang baru di masyarakat.
2.
Kajian Mengenai Kurikulum TP
a. Pengertian Kurikulum
Menurut Nana Sudjana (2005:5) kurikulum adalah niat dan harapan yang dituangkan dalam bentuk
rencana atau program pendidikan untuk dilaksanakan oleh guru di sekolah.
Sedangkan menurut Tarigan (1992:5) kurikulum
adalah suatu formulasi pedagogis yang termasuk paling penting dalam konteks Proses
Belajar Mengajar (PBM).
Kemudian Kunandar (2007:122)
menuliskan kurikulum diartikan sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah
di perguruan tinggi yang harus di tempatkan untuk mencapai suatu ijasah.
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan
kurikulum adalah tujuan yang dituangkan dalam suatu rencana PBM yang bersifat
khusus, dan didalamnya terdapat tujuan agar memperoleh keberhasilan selama
belajar.
Adapun kurikulum TP PPs UnSri yaitu dari setiap mata
kuliah yang ada maka diharapkan mahasiswa memiliki persamaan persepsi didalam
mengartikan TP, yaitu kurikulum TP tidak hanya mengacu pada lulusan yang mahir
teknologi, tetapi menjadikan teknologi sebagai pelengkap didalam mengajar atau
PBM guna tercipta lulusan yang bertanggung jawab atas apa yang didapatnya
selama menempuh pendidikan di TP PPs UnSri. Didalam mata kuliah yang wajib
ditempuh mahasiswa terdapat SKS yang bernilai 0 SKS, ini diartikan bahwa mata
kuliah tersebut tidak terlalu utama, akan tetapi wajib ditempuh dengan tujuan
hanya sebagai penambahan saja. Oleh karena itu, lulusan dari TP harus mampu
meningkatkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM), menambah khazanah ilmu
pengetahuan dan menciptakan PBM yang efektif, efesien dan menyenangkan.
3. Petakan Letak Landasan dan Problematika
Pendidikan pada TP
Dari uraian di atas, maka Letak Landasan dan
Problematika Pendidikan pada TP yaitu:
a.
Keluarga
b.
Output
c.
TP (Landasan dan Problematika
Pendidikan)
d.
Kurikulum
e.
Manajemen
f.
Lingkungan
g.
Sarana dan Prasarana
h.
Out come
i.
Pemerintah
j.
Dosen atau Guru
k.
Mahasiswa
l.
Masyarakat
m.
Negara
Jadi, Landasan dan Problematika Pendidikan pada TP
terletak pada pendidikan sebagai proses yaitu menjadikan landasan tersebut
sebagai dasar pijakan didalam melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan
pendidikan, dan problematika adalah apa yang terjadi dilapangan secara nyata,
jadi dengan diletakkan landasan dan problematika pendidikan sebagai proses
dapat memberikan arahan kepada para pelaku pendidikan agar menyelesaikan
permasalahan sesuai landasan yang ada dan mempunyai solusi beradasarkan
landasan yang ada, dan menciptakan PBM yang efektif, efesien dan menyenangkan.
4. Kemampuan Akademik, Kemampuan
Profesional dan Kemampuan Seniman
a.
Kemampuan Akademik adalah bahwa jika
kita seorang guru maka seorang guru harus menyenangi ilmu, selalu mencari ilmu,
jujur, dan membela kebenaran.
Jadi, kesimpulannya kemampuan akademik menuntut
seorang guru tidak bermalas-malasan waktu bekerja maupun diwaktu luangnya, guru
harus menunjukkan bahwa ia adalah pendidik yang harus memnyukai ilmu, dan haus
akan ilmu, agar ilmu yang dimilikinya selalu bertambah, dan menambah
kemampuannya, dengan cara yang jujur, serta mempunyai jiwa membela kebenaran.
Sesuai dengan landasan ilmu.
b.
Kemampuan Profesional adalah bahwa jika
kita seorang guru maka seorang guru harus mempunyai kepribadian, sosialis,
profesional, dan pedagogik.
Jadi, kesimpulannya kemampuan profesional menuntut
seorang guru harus mempunyai kepribadian yang kuat sebagai pendidik, tegas,
mempunyai kemampuan berhubungan dengan lingkungan disekitarnya (sosial) dan
bersifat membantu sesama, serta tidak tergoda dengan pekerjaan selain guru,
walaupun dijanjikan dengan nominal uang yang besar guru harus selalu konsisiten
bahwa ia adalah pendidik, jika mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dengan
bidangnya maka ia akan menolak, serta guru harus memiliki sikap dan sifat yang
berniat untuk mencerdaskan anak didiknya, jika anak didiknya gagal, maka ia akan
merasa gagal mendidik, hal ini diartikan bahwa guru harus mempunyai kemapuan
dalam hal memelihara anak (pedagogik). Sesuai dengan Landasan Falsafah dan
landasan Psikologi.
c.
Seniman, guru sebagai seniman artinya
guru tidak boleh mengulang pekerjaan kemarin, konsisten (tidak mencari
pekerjaan lain) dan kreatif.
Jadi, guru sebagai seniman diartikan bahwa guru harus
selalu berinovasi dengan daya kreatifitas yang tinggi untuk menciptakan suasana
dan PBM lebih menyenangkan sehingga muncul antusias belajar yang tinggi pada
siswa. Hal tersebut membutuhkan totalitas yang tinggi dan konsistensi seorang
guru terhadap bidang yang ia tekuni, artinya guru tidak boleh bekerja selain
dari pekrjaannya yaitu mendidik. Sesuai dengan landasan Sosial budaya.
5.
Peran Landasan dan problematika Pendidikan dalam kemampuan akademik,
profesional dan seniman dalam bidang TP
Landasan adalah pijakan dasar yang menjadi pegangan
didalam kita melakukan sesuatu, agar tidak salah dalam mengambil tindakan.
Dari setiap landasan yang ada, pasti terjadi masalah
nyata yang terjadi dilapangan oleh karena itu, peran landasan dan problematikan
pendidikan adalah memberikan pengetahuan kepada kita apa yang menjadi
rambu-rambu dan tindakan apa yang harus kita ambil jika terjadi problem sehingga ada landasan yang
menguatkan kita dalam bertindak.
Jadi, peran dari Landasan dan problematika Pendidikan
dalam kemampuan akademik, profesional dan seniman menjadi pegangan kita didalam
mengajar, secara akademik bahwa kita harus berpegang pada landasan ilmu, dan
pada kemampuan profesional kita harus berpegang pada landasan falasafah dan
psikologi, serta sebagai seniman kita harus berpegang pada landasan sosial
budaya. Menciptakan suatu PBM yang sesuai dengan TP yaitu efektif, efesien dan
menyenangkan, tidak menyerah walaupun dengan sarana dan prasarana yang kurang
memadai. Karena guru adalah akademisi, profesional dan harus bersifat seniman. Artinya
landasan yang ada dijadikan pegangan atau pijakan didalam menyelesaikan masalah
dilapangan dan jangan menyerah terhadap permasalahan yang terjadi, tetapi
selesaikan dengan kreatif dan inovatif. Dianalogikan sebuah pohon, maka
landasan didalam TP terletak dibawah sekali, yaitu sebagai pondasi awal, dan Problematika:
(1) guru, (2) manajemen sekolah, (3) sarana prasarana dan lain-lain terletak
pada daun-daun atau cabang-cabang pohon.
Landasan
Contoh: Menurut landasan anak wajib belajar 9 tahun,
tetapi kenyataan dilapangan masih terdapat anak yang putus sekolah, berarti
bagaimana sikap kita sebagai seorang guru memainkan kemampuan akademik,
profesional dan seniman dalam menghadapi masalah ini, misalkan dengan membuat
taman baca anak-anak dan mendirikan sekolah darurat ditempat-tempat anak yang
tidak sekolah, seperti yang ada di jakarta terdapat sekolah untuk anak jalanan.
Seperti inilah guru dituntut, mempunyai landasan yang kuat didalam
menyelesaikan masalah pendidikan, agar pendidikan tetap maju.
2. Salah satu pendekatan untuk memahami landasan dan problematika
pendidikan adalah cara pandang manusia
terhadap ilmu pendidikan. Uraikan alasan pendekatan ini digunakan dan
bagaimana implikasinya dalam pengembangan pendidikan sebagai suatu sistem?
Jawaban:
1.
Pengertian Cara pandang
Menurut wikipedia cara pandang merupakan istilah yang dikenal di
inggris pada tahun 1483 adapun pengertian cara pandang yaitu sebagai berikut:
Cara pandang adalah cara seseorang memandang terhadap diri dan
lingkungannnya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap
(afektif) dan bertingkah laku (konatif).
Cara pandang adalah asumsi-asumsi konsep nilai dan praktik yang
diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama khususnya
dalam disiplin intelektual.
Jadi, kesimpulannya cara pandang adalah cara seseorang memandang
dan menilai sesuatu yang berawal dari proses berpikir, untuk memperoleh suatu
hasil yang nyata.
a.
Ilmu Pendidikan
Sejarah ilmu pendidikan diakui sebagai ilmu pada tahun 1940 dan
secara prakteknya sudah dimulai sejak manusia ada.
1.
Pedagogi: mengajarkan ilmu.
Kata "pedagogi" berasal dari Bahasa Yunani
kuno παιδαγωγέω (paidagōgeō; dari παίς país:anak dan άγω
ági: membimbing; secara literal berarti "membimbing anak”). Di
Yunani kuno, kata παιδαγωγός biasanya diterapkan
pada budak yang mengawasi pendidikan anak tuannya. Termasuk di dalamnya
mengantarnya ke sekolah (διδασκαλείον) atau tempat
latihan (γυμνάσιον), mengasuhnya, dan membawakan
perbekalannya (seperti alat musiknya).
Kata yang berhubungan dengan pedagogi, yaitu pendidikan,
sekarang digunakan untuk merujuk pada keseluruhan konteks pembelajaran,
belajar, dan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan hal tersebut.
Berasal dari dua kata yaitu paed (anak) dan gogi (memelihara).
a.
Mengapa paed? Karena
memandang siapa anak itu (sesuai dengan teori tabularasa: bahwa anak seperti
kertas putih) oleh karena itu anak menjadi perhatian dalam pendidikan.
b.
Bahwa anak adalah orang
dewasa dalam bentuk kecil dan mengalami pembesaran melalui pendidikan.
Oleh karena itu di
Indonesia pendidikan kali pertama diatur pada Undang-Undang sistem pendidikan
nasional No.4 tahun 1950 dan No.12 tahun 1954.
Jadi, pedagogi merupakan upaya yang mentransmisikan sejumlah
pengalaman dan keterampilan dalam rangka mempersiapkan anak untuk menghadapi
kehidupan di masa datang, dan yang ditransmisikan didasarkan pada pertimbangan
warga belajar di masa datang.
2.
UNESCO
Pendidikan tidak berhenti pada saat dewasa tetapi seumur hidup
dan tidak ada batasan ruang dan waktu dan siapapun berhak mendapatkan
pendidikan.
a.
Al-quran pada surah
Albaqoroh dan Attin.
b.
Andragogi tahun 1970
Secara etimologis andragogi berasal dari bahasa lati “andros”
yang berarti orang dewasa dan ”agogos” yang berarti memimpin atau melayani.
Dalam andragogi yang belajar adalah orang dewasa karena mereka pun mempunyai
kebutuhan untuk belajar, agar mempertahankan eksistensinya di tengah
masyarakat, yang bersifat pengarahan diri untuk mengumpulkan pengalaman dan
segera di implikasikan. Contoh dari andragogi adalah pendidikan yang
didapat dari kursus-kursus.
Jadi, andragogi mempersiapkan orang dewasa untuk menemukan
pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam rangka memecahkan masalah-masalah
kehidupan yang dihadapinya.
c.
Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) tahun 2000
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum
jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan
bagi anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan
pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan anak usia
dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan
(daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan
perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan
tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan
diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
1.Tujuan utama: untuk
membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan
berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan
yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di
masa dewasa.
2. Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan
belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan anak usia
dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun.
Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di
beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini:
·
Infant (0-1 tahun)
·
Toddler (2-3 tahun)
·
Preschool/ Kindergarten children (3-6
tahun)
·
Early Primary School (SD Kelas Awal)
(6-8 tahun)
Jadi, PAUD merupakan penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan
dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan
(daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan
perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan
tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
2.
Cara pandang Psikologi, Sosiologi dan Atropologi
a.
Cara pandang Psikologi terhadap cara pandang manusia dalam ilmu
pendidikan
Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan
faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah
proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar
(Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang
sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu,
tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa
lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata
lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang
berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan
belajar.
Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan
yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan
ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai
bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan
kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya
tindakan-tindakan belajar secara efektif.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa melalui cara pandang psikologi pendidikan memberikan
kontribusi terhadap penyelesaian persoalan pendidikan yang biasanya terjadi
selama proses belajar dengan memandang subjek didik dan tidak menilai secara
langsung kesalahan yang ada pada subjek didik, tetapi berusaha menciptakan dan
mendorong subjek didik yang bersemangat dalam belajar. Tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan
belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar
memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks,
melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu
subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan inilah fungsi motivator, inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik.
b.
Cara pandang Sosiologi terhadap cara pandang manusia dalam ilmu pendidikan
Sosiologi
pendidikan adalah suatu cabang ilmu
pendidikan sebagai aplikasi dari sosiologi dalam pendidikan untuk mengkaji
faktor-faktor sosial dalam pendidikan dan bidang kajian sosiologi pendidikan
sendiri, berangkat dari keinginan para sosiologi untuk meyumbangkan
pemikirannya bagi pemecahan masalah pendidikan.
Sosiologi
memberikan beberapa makna bagi pengembangan pendidikan, yakni : 1.
Apresiasi terhadap adanya kenyataan pluralitas budaya dalam masyarakat, 2.
Pengakuan terhadap harkat manusia dan hak asasi manusia, 3. Pengembangan
tanggung jawab masyarakat dunia, 4. Pengembangan tanggungjawab manusia terhadap
planet bumi.(Tilaar, 2003). Peran pendidikan dipahami bukan saja dalam konteks
mikro (kepentingan anak didik melalui proses interaksi pendidikan) melainkan
juga dalam konteks makro, yaitu kepentingan masyarakat bangsa, negara dan
kemanusiaan. Hubungan antara pendidikan dan masyarakat berarti mencakup
hubungan pendidikan dengan perubahan sosial, tatanan ekonomi, politik dan
negara. Maka dituntut mampu memperhitungkan dan melakukan antisipasi
perkembangan sosial, ekonomi, politik secara simultan. Peserta didik dipandang
sebagai orang yang merupakan bagian dari masyarakat, sehingga proses pendidikan
harus memiliki orientasi terhadap masyarakat. Pendidikan adalah sebuah proses
sosial bagi orang yang belum maupun sudah dewasa untuk menjadi bagian aktif dan
partisipatif dalam masyarakat.
Mengapa sosiologi penting bagi ilmu pendidikan karena manusia
tidak bisa hidup sendiri, dengan adanya sosiologi maka manusia saling membantu,
dan dengan adanya pendidikan maka manusia bisa meningkatkan taraf hidupnya, misal
manusia tidak mampu untuk belajar sendiri tanpa adanya seorang guru dan dari
PBM manusia mampu menaikan status hidup atau sosialnya. Jika kita kaitkan, menurut
teori Cultural Direct Reproduction (CDR) dikatakan bahwa peran pendidikan
adalah sebagai reproduksi kultur dan legitimasi kekuasaan. Sehingga manusia
yang hanya hidup sendiri, tidak akan mendapat pengakuan apa-apa secara
akademisi, tetapi lain halnya manusia yang hidup sosialnya didukung pula dengan
pendidikan yang cukup, maka eksistensinya di kehidupan sosial diakui karena
adanya pendidikan yang menunjang manusia tersebut untuk selalu bereksistensi.
Jadi, cara pandang sosiologi
terhadap cara pandang manusia dalam ilmu pendidikan adalah menjadikan
pendidikan sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan
bagaimana manusia berperan dalam kehidupan sosialnya, serta menjadikan
sosiologi sebuah landasan dalam pendidikan, agar memunculkan semangat bahwa
kehidupan sosial yang baik, adalah sosial yang ditingkatkan dengan pendidikan.
c.
Cara pandang Antropologi terhadap cara pandang manusia dalam ilmu pendidikan
Antropologi pendidikan merupakan sebuah kajian
sistematik, tidak hanya mengenai praktek pendidikan dalam perspektif budaya,
tetapi juga tentang asumsi yang dipakai antropologi terhadap pendidikan dan
asumsi yang dicerminkan oleh praktek-praktek pendidikan.
Menurut Shomad (2009:1), antropologi pendidikan mengkaji
penggunaan teori-teori dan metode yang digunakan oleh para antropolog serta
pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan kebutuhan manusia atau
masyarakat. Dengan demikian, antropologi pendidikan bukan menghasilkan
ahli-ahli antropologi melainkan menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang
pendidikan melalui perspektif antropologi.
Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga formal dan
informal. Penyampaian kebudayaan melalui lembaga informal tersebut dilakukan
semenjak kecil di dalam lingkungan keluarganya. Dalam masyarakat, pendidikan
memiliki fungsi yang sangat besar dalam memahami kebudayaan sebagai satu
keseluruhan. Antropologi pendidikan dihasilkan melalui teori khusus dan
percobaan yang terpisah dengan kajian yang sistematis mengenai praktek
pendidikan dalam perspektif budaya, sehingga antropologi menyimpulkan bahwa
sekolah merupakan sebuah benda budaya yang menjadi skema nilai-nilai dalam
membimbing masyarakat.
Menurut Shomad (2009:3-4), menjelaskan implementasi
pendidikan sebagai penyesuaian diri dengan masyarakat, lingkungan dan
kebudayaan sebagai bentuk ruang lingkup antroplogi pendidikan berlangsung dalam
proses:
a. Proses sosialisasi:
a. Proses sosialisasi:
Proses ini dimulai sejak bayi baru lahir. Bayi
berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya, hingga terjadi komunikasi timbal
balik dan seterusnya hingga ia tumbuh dan berkembang.
Adapun yang menjadi sorotan dalam proses sosialisasi
yaitu:
1. adanya konflik oleh ketidakharmonisan antara keinginan pribadi, anak dengan tuntutan norma dan aturan yang berlaku.
1. adanya konflik oleh ketidakharmonisan antara keinginan pribadi, anak dengan tuntutan norma dan aturan yang berlaku.
2.
perbedaan status ekonomi dan letak geografis.
b. Proses
Enkulturasi
Enkulturasi, artinya pembudayaan. Yang dimaksud adalah
proses pembudayaan anak agar menjadi manusia berbudaya.
Jadi, cara pandang antropologi terhadap cara pandang manusia dalam ilmu
pendidikan adalah menjadikan bahwa sekolah sebuah benda budaya yang menjadi
skema nilai-nilai dalam membimbing masyarakat. Dengan adanya landasan
antropologi pendidikan diharapkan tidak ada lagi masyarakat yang terbelakang
sekalipun mereka tinggal didaerah pedalaman, dan dengan landasan antropologi
pendidikan diharapkan menciptakan sebuah konotasi positif terhadap arti sekolah
didalam membentuk nilai-nilai hidup dalam masyarakat.
3. Pendidikan
Sebagai Suatu Sistem
Sistem berasal bari bahasa Yunani systema, yang berarti
sehimpunan bagan atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan
merupakan suatu keseluruhan . Istilah sistem adalah suatu konsep yang abstrak.
Defnisi tradisional menyatakan bahwa sistem adalah seperangkat komponen atau
unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai satu tujuan.
Sistem pendidikan pada hakikatnya adalah seperangkat
sarana yang dipolakan untuk membudayakan nilai-nilai budaya masyarakat yang
dapat mengalami perubahan-perubahan bentuk dan model sesuai dengan tuntutan
kebutuhan hidup masyarakat dalam rangka mengejar cita-cita hidaup yang
sejahtera lahir maupun batin.
A. Pendidikan
Sebagai Suatu Sistem
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan
pendidikan. Suatu usaha pendidikan menyangkut tiga unusur pokok, yaitu unsur
masukan, unsur proses usaha itu sendiri, dan unsur hasil usaha. Hubungan ketiga
unsur itu dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Proses
Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
Masukan usaha pendidikan ialah peserta didik dengan
berbagai ciri-ciri yang ada pada diri peserta didik itu (antara lain bakat,
minat, kemampuan, keadaan jasmani,). Dalam proses pendidikan terkait berbagai
hal, seperti pendidik, kurikulum, gedung sekolah, buku, metode mengajar, dan
lain-lain, sedangkan hasil pendidikan dapat meliputi hasil belajar (yang berupa
pengetahuan, sikap, dan keterampilan) setelah selesainya suatu proses belajar
mengajar tertentu. Dalam rangka yang lebih besar, hasil proses pendidikan dapat
berupa lulusan dari lembaga pendidikan (sekolah) tertentu.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1979) menjelaskan
pula bahwa, “Pendidikan merupakan suatu sistem yang mempunyai unsur-unsur
tujuan/sasaran pendidikan, peserta didik, pengelola pendidikan,
struktur/jenjang. Kurikulum dan peralatan/fasilitas.”
P.H. Combs (1982) mengemukakan dua belas komponen pendidikan seperti berikut:
a. Tujuan dan Prioritas
P.H. Combs (1982) mengemukakan dua belas komponen pendidikan seperti berikut:
a. Tujuan dan Prioritas
Fungsinya mengarahkan kegiatan sistem. Hal ini merupakan informasi
tentang apa yang hendak dicapai oleh sistem pendidikan dan urutan
pelaksanaannya.
b.
Peserta Didik
Fungsinya ialah belajar. Diharapkan peserta didik
mengalami proses perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan umum pendidikan.
c.
Manajemen atau Pengelolaan
Fungsinya mengkoordinasikan, mengarahkan, dan menilai
sistem pendidikan. Komponen ini bersumber pada sistem nilai dan cita-cita yang
merupakan informasi tentang pola kepemimpinan dalam pengelolaan sistem
pendidikan.
d.
Struktur dan Jadwal Waktu
Fungsinya mengatur pembagian waktu dan kegiatan.
e.
Isi dan Bahan Pengajaran
Fungsinya untuk menggambarkan luas dan dalamnya bahan
pelajaran yang harus dikuasai peserta didik.
f.
Guru dan Pelaksana
Fungsinya menyediakan bahan pelajaran dan menyelenggarakan
proses belajar untuk peserta didik.
g.
Alat Bantu Belajar
Fungsinya untuk memungkinkan terjadinya proses pendidikan
yang lebih menarik dan lebih bervariasi.
h.
Fasilitas
Fungsinya untuk tempat terselenggaranya proses
pendidikan.
i.
Teknologi
Fungsinya memperlancar dan meningkatkan hasil guna proses
pendidikan. Yang dimaksud dengan teknologi ialah semua teknik yang digunakan
sehingga sistem pendidikan berjalan dengan efisien dan efektif.
j.
Pengawasan Mutu
Fungsinya membina peraturan-peraturan dan standar
pendidikan.
k. Penelitian
k. Penelitian
Fungsinya untuk memperbaiki dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan penampilan sistem pendidikan.
l.
Biaya
Fungsinya melancarkan proses pendidikan dan menjadi
petunjuk tentang tingkat efesiensi sistem pendidikan.
Pendidikan sebagai suatu sistem dapat pula digambarkan
dalam bentuk model dasar input-output berikut ini. Segala sesuatu yang masuk
dalam sistem dan berperan dalam proses pendidikan disebut masukan pendidikan.
Lingkungan hidup menjadi sumber masukan pendidikan. Faktor-faktor yang
berpengaruh dalam pendidikan diantaranya: filsafat negara, agama, sosial,
kebudayaan, ekonomi, politik, dan demografi. Ketujuh faktor ini merupakan supra
sistem pendidikan.
Jadi, pendidikan sebagai suatu sistem berada bersama,
terikat, dan tertenun di dalam supra sistemnya yang terdiri dari tujuh sistem
tersebut. Berarti membangun suatu lembaga pendidikan baru atau memperbaiki
lembaga pendidikan lama.
4.
Indonesia Menggunakan Pendekatan Cara Pandang Manusia
Terhadap Ilmu Pendidikan dan Implikasinya
Objek material ilmu pendidikan adalah perilaku manusia.
Objek formalnya adalah menelaah fenomena pendidikan dalam perspektif yang luas
dan integrative. Oleh karena itu, manusia adalah makhluk belajar, merupakan
subjek dan objek dalam ilmu pendidikan, sebagaimana yang telah diuraikan
diatas, ilmu pendidikan dimulai dari munculnya pedagogi, andragogi, hingga
munculnya PAUD, semua subjek dan objeknya adalah manusia.
Kemudian, pendidikan sebagai gejala manusiawi, dapat dianalisis yaitu
adanya komponen pendidikan yang saling berinteraksi dalam suatu rangkaian
keseluruhan untuk mencapai tujuan.
Komponen pendidikan itu adalah :
(a) tujuan pendidikan,
(b) peserta didik,
(c) pendidik,
(d) isi pendidikan,
(e) metode pendidikan,
(f) alat
pendidikan,
(g) lingkungan pendidikan.
2. Pendidikan sebagai
upaya sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia. Menurut
Noeng Muhadjir sistematika ini bertolak dari fungsi pendidikan, yaitu : (a)
menumbuhkan kreatifitas peserta didik, (b) menjaga lestarinya nilai insani dan
nilai ilahi, (c) menyiapkan tenaga produktif.
3. Pendidikan sebagai gejala manusiawi. Menurut Mochtar Buchori ilmu
pendidikan mempunyai 3 dimensi : (1) dimensi lingkungan pendidikan, (2) dimensi
jenis-jenis persoalan pendidikan, (3) dimensi waktu dan ruang.
Jadi, mengapa Indonesia Menggunakan Pendekatan Cara Pandang
Manusia Terhadap Ilmu Pendidikan karena objeknya dijumpai
dalam dunia pengalaman, secara Rokhaniah, karena situasi pendidikan berdasar
atas tujuan manusia tidak membiarkan pesrta didik kepada keadaan alamnya.
Secara Normatif karena berdasar atas pemilihan antara yang baik dan yang buruk.
Kemudian secara historis, karena memberikan uraian teoritis
tentang sistem-sistem pendidikan sepanjang jaman dengan mengingat latar
belakang kebudayaan dan filsafat yang berpengaruh pada jaman tertentu dan
secara praktis, karena memberikan pemikiran tentang masalah dan ketentuan
pendidikan yang langsung ditujukan kepada perbuatan mendidik. Serta
implikasinya dalam pengembangan pendidikan sebagai suatu sistem yaitu adanya
kerjasama dengan lingkungan sekitar pendidikan baik stake holder maupun pihak yang bersinggungan langsung, sehingga
tercipta pendidikan lebih bersifat lebih humanis dan berperannya orang diluar
pendidikan guna meningkatkan mutu pendidikan, karena mutu pendidikan yang baik
bukan hasil kerja keras guru dan peserta didik, tetapi seluruh pihak yang ada
disekitar dan luar pendidikan tersebut.
3. Teori-teori yang dikembangkan dalam ilmu pendidikan memberi
pencerahan kepada guru dalam upaya mengembangkan kemampuan dan potensi peserta
didik.Bagaimanakah tanggapan saudara atas pertanyaan itu? Berikan contoh
kejadian dalam proses pembelajaran yang menguatkan tanggapan saudara tersebut.
Jawaban:
1.
Pengertian Teori
Menurut kerlinger teori adalah konsep-konsep yang berhubungan
satu sama lainnya yang mengandung suatu pandangan sistematis dari suatu
fenomena.
Menurut emory cooper teori adalah merupakan suatu kumpulan
konsep, defenisis, proposisi dan variabel yang berkaitan satu sama lain secara
sistematis dan telah digeneralisasikan sehingga dapat menjelaskan dan
memprediksi suatu fenomena tertentu.
Kemudian menurut gardner, teori adalah hipotesis yang belum
terbukti atau spekulasi tentang kenyataan yang belum diketahui secara pasti.
Menurut pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa teori
adalah konsep atau pendapat yang dikemukakan mengenai fenomena yang sifatnya
menjelaskan sesuatu yang belum terbukti.
2.
Ilmu
A.Pengertian
Ilmu
Moh. Nazir, Ph.D (1983:9)
Mengemukakan bahwa ilmu tidak lain dari suatu pengetahuan, baik natural
atau pun sosial, yang sudah terorganisir serta tersusun secara sistematik
menurut kaidah umum.
Ahmad Tafsir (1992:15)
Memberikan batasan ilmu sebagai pengetahuan logis dan mempunyai bukti
empiris.
Sikun Pribadi (1972:1-2)
Merumuskan pengertian ilmu secara lebih rinci (ia menyebutnya ilmu
pengetahuan), bahwa Obyek ilmu pengetahuan ialah dunia fenomenal, dan metode
pendekatannya berdasarkan pengalaman (experience) dengan menggunakan berbagai
cara seperti observasi, eksperimen, survey, studi kasus, dan sebagainya.
Pengalaman-pengalaman itu diolah oleh fikiran atas dasar hukum logika yang
tertib. Data yang dikumpulkan diolah dengan cara analitis, induktif, kemudian
ditentukan relasi antara data-data, diantaranya relasi kausalitas.
Konsepsi-konsepsi dan relasi-relasi disusun menurut suatu sistem tertentu yang
merupakan suatu keseluruhan yang terintegratif. Keseluruhan integratif itu kita
sebut ilmu pengetahuan.”
Dari beberapa pengertian ilmu di atas dapat diperoleh gambaran bahwa pada
prinsipnya ilmu merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan
mensistematisasikan fakta yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam
kehidupan sehari-hari, dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti
dengan menggunakan berbagai metode yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah.
B. Syarat-syarat Ilmu :
Suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila dapat memenuhi
persyaratan-persyaratan, sebagai berikut
1.
ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik yang berhubungan dengan
alam (kosmologi) maupun tentang manusia (Biopsikososial). Lorens Bagus (1996)
menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara obyek
material dan obyek formal. Obyek formal merupakan obyek konkret yang disimak
ilmu. Sedang obyek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap
ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah obyek formalnya. Sementara obyek
material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.
2.
ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di dalamnya berisi
pendekatan dan teknik tertentu. Metode ini dikenal dengan istilah metode
ilmiah. Dalam hal ini, Moh. Nazir, (1983:43) mengungkapkan bahwa metode ilmiah
boleh dikatakan merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh
pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh
interrelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak
untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian
sistematis. Almack (1939) mengatakan bahwa metode ilmiah adalah cara
menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan
kebenaran. Sedangkan Ostle (1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah
pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesutu interrelasi. Selanjutnya
pada bagian lain Moh. Nazir mengemukakan beberapa kriteria metode ilmiah dalam
perspektif penelitian kuantitatif, diantaranya: (a) berdasarkan fakta, (b)
bebas dari prasangka, (c) menggunakan prinsip-prinsip analisa, (d) menggunakan
hipotesa, (e) menggunakan ukuran obyektif dan menggunakan teknik kuantifikasi.
Belakangan ini berkembang pula metode ilmiah dengan pendekatan kualitatif.
Nasution (1996:9-12) mengemukakan ciri-ciri metode ilimiah dalam penelitian
kualitatif, diantaranya : (a) sumber data ialah situasi yang wajar atau natural
setting, (b) peneliti sebagai instrumen penelitian, (c) sangat deskriptif,
(d) mementingkan proses maupun produk, (e) mencari makna, (f) mengutamakan data
langsung, (g) triangulasi, (h) menonjolkan rincian kontekstual, (h) subyek yang
diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti, (i) verifikasi, (j)
sampling yang purposif, (k) menggunakan audit trail, (l)partisipatipatif
tanpa mengganggu, (m) mengadakan analisis sejak awal penelitian, (n) disain
penelitian tampil dalam proses penelitian.
3.
Pokok permasalahan(subject matter atau focus of interest).
ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan yang akan dikaji.
a.
Kaitannya teori dan ilmu dalam kerangka berpikir
Kerangka berpikir atau kerangka konsep disusun berdasarkan
teori. Jadi dalam hal ini kerangka pemikiran merupakan argumentasi
teoritis berkaitan dengan hubungan yang berdasarkan teori
diperkirakan ada antara konsep atau variabel-variabel yang dikaji
melalui penelitian kuantitatif. Teori-teori yang memilki kebenaran
koherensi tentunya akan menjadi landasan yang tepat untuk menyusun
kerangka berpikir yang bersifat ilmiah.
Berpikir adalah kerja otak, kerja mental dan kognitif, kerja
kognitif dan long term memori yang
memadukan beberapa peristiwa, yang ada di otak kita, lalu dipadukan menjadi
proses berpikir. Proses berpikir dimulai dari abstraksi, menganalisis,
kesimpulan dan komparasi.
Berpikir adalah daya
jiwa yang dapat meletakkan hubungan-hubungan antara pengetahuan kita. Berpikir
merupakan proses yang “dialektis” artinya selama kita berpikir , pikiran kita
dalam keadaan tanya jawab untuk dapat meletakkan hubungan pengetahuan kita.
Dalam berpikir kita memerlukan alat yaitu akal (ratio) hasil berpikir tersebut
dapat diwujudkan dengan bahasa atau dengan kata lain kita dapat
mengomunikasikan atau mengubah dari proses berpikir menjadi pesan-pesean yang
dapat diterima oleh indifidu lain sehingga individu lain dapat mengetahui apa
hasil pemikiran kita. Dalam proses berpikir dipengeruhi oleh intelegensi atau
kecerdasan yang dimiliki individu sehingga kemampuan berpikir seseorang berbeda
dengan individu lainnya. Menurut W. Stern, intelegensi adalah suatu daya jiwa
untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat didalam situasi yang baru.
Proses yang dilewati dalam proses
berpikir adalah sebagai berikut:
- Proses pembentukan pengertian, yaitu kita menghilangkan ciri-ciri umum dari sesuatu sehingga yang tertinggal hanya ciri-ciri khas dari sesuatu tersebut.
- Pembentukan pendapat, yaitu pikiran kita menggebungkan (menguraikan) beberapa pengertian sehingga terbentuk pendapat dari pikiran kita.
- Pembentukan keputusan, yaitu pikiran kita menggabung-gabungkan pikiran kita tersebut
- Pembentukan kesimpulan, yaitu pikiran kita menarik keputusan-keputusan dari keputusan yang lain.
Dengan adanya proses berpikir maka akan
menghasilkan adanya kesimpulan. Kesimpulan tersebut digolongkan menjadi tiga
macam sebagai berikut:
- Kesimpulan induksi artinya kesimpulan yang ditarik dari keputusan-keputusan yang khusus untuk mendapatkan yang umum.
- Kesimpulan deduksi, artinya kesimpulan yang ditarik dari kesimpulan umum untuk mendapatkan keputusan khusus.
- Kesimpulan analogis, artinya kesimpulan yang ditarik denagn cara membandingkan situasi yang satu deangan situasi yang lain, yang sudah kita kenal kurang teliti, sehingga kesimpulan analogi ini biasanya kurang benar.
Jadi, kaitan teori dan ilmu dengan kerangka berpikir yaitu teori
didapat dari proses berpikir manusia teori terjadi karena manusia berpikir
misal newton duduk lalu melihat buah apel jatuh, lalu ia berpikir mengapa apel
tersebut harus jatuh kebawah, sehingga dari pemikiranya muncul teori gaya
gravitasi bumi, lalu menjadi ilmu setelah melalui berbagai tahap pembuktian
(metoda). Didalam berpikir harus melalui tahapan sehingga dihasilkan sebuah
pemikiran yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Proses berpikir dipengaruhi oleh intelegensi atau kecerdasan yang dimiliki
individu sehingga kemampuan berpikir seseorang berbeda dengan individu lainnya
3.
Potensi Peserta Didik (Multiple Intelegencies)
Manusia diciptakan
sebagai makhluk yang unik. Tidak ada satu pun manusia yang hanya memiliki sisi
positif. Begitupun
sebaliknya, tidak ada manusia yang hanya memiliki sisi negatif.
Berdasarkan
paradigma itulah seorang guru harus senantiasa optimis bahwa peserta didiknya
memiliki potensi, bahkan memiliki banyak potensi. Kelemahan kita adalah kurang
cermat dalam mengenali potensi-potensi yang terpendam dalam setiap peserta
didik.
Dr. Sumardi, M.Sc.
dalam bukunya Password Menuju Sukses telah mengidentifikasi tiga belas jenis
kecerdasan, yaitu kecerdasan bahasa, logika, visual-ruang, raga, musik, sosial
(interpersonal), pribadi (intrapersonal), masak (kuliner), alam (natural),
emosi, spiritual, keuletan, dan keuangan. Sembilan kecerdasan pertama
dikemukakan pertama kali pada tahun 1983 oleh Howard Gardner, seorang psikolog
Amerika Serikat dan diberi label multiple intelligences atau kecerdasan
majemuk.
Pemahaman tentang
berbagai potensi peserta didik mutlak harus dimiliki oleh
setiap pendidik. Hal
itu sejalan dengan tujuh prinsip penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP), yaitu (1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan,
dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, (2) Beragam dan terpadu, (3) Tanggap terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, (4) Relevan dengan kebutuhan
kehidupan, (5) Menyeluruh dan berkesinambungan, (6) Belajar sepanjang hayat,
dan (7) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Agar guru dapat mengenali
potensi peserta didik, cara yang paling mudah dan sederhana adalah dengan
mengajukan pertanyaan, ”Apa yang paling senang kamu lakukan dan orang lain
menilai hasilnya sangat bagus dan luar biasa?”. Sebagian peserta didik mungkin
menjawab suka mengerjakan Matematika. Itu artinya dia memiliki kecerdasan
logika. Sebagian siswa mungkin merasa senang apabila menulis atau belajar
bahasa asing. Artinya, dia memiliki kecerdasan linguistik. Sebagian lagi
mungkin senang bermain musik, dan sebagainya.
Teori Multiple Intelligences yang menyatakan bahwa kecerdasan meliputi sembilan
kemampuan intelektual. Teori tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan
intelektual yang diukur melalui tes IQ sangatlah terbatas karena tes IQ hanya
menekan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa (Gardner, 2003). Padahal
setiap orang mempunyai cara yang unik untuk menyelesaikan persoalan yang
dihadapinya. Kecerdasan bukan hanya dilihat dari nilai yang diperoleh
seseorang. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau membuat sesuatu
yang dapat berguna bagi orang lain
Jadi, dengan memahami potensi yang ada
pada peserta didik, maka guru diharapkan tidak memukul rata peserta didik
dengan kategori bodoh dan pintar, karena peserta didik dianugerahi tuhan
bermacam-macam potensi yang berbeda-beda, dengan kemampuan mereka yang beragam,
diharapkan guru mampu menciptakan PBM yang maksimal bagi semua kebutuhan
belajar anak.
4.
Tanggapi kecerdasan tersebut, setuju atau tidak sertakan alasan,
contoh dan teori yang menguatkannya
Saya setuju dengan sembilan keceradasan yang ada pada anak
dijadikan acuan dalam PBM, karena pendidikan adalah hal yang sangat penting
untuk diperoleh ank-anak ataupun dewasa, dengan adanya teori multiple intelegensi
yang diperkenalkan oleh howard gardner pada tahun 1983 yang mengatakan bahwa setiap
orang mempunyai cara unik untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya, dan
hal tersebut berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melihat suatu masalah
lalu menyelesaikan masalah tersebut dengan membuat sesuatu yang dapat berguna
bagi orang lain, menurut gardner kecerdasan intelektual tidak hanya mencakup
kecerdasan bahasa dan matematika saja, tetapi juga harus dilihat dari aspek
kinestis, musical, visual, spatial, interpersonal, intrapersonal, dan
naturalis, kita cenderung menghargai orang-orang yang memeang ahli dalam logika
dan bahasa, akan tetapi kita harus memberikan perhatian juga kepada orang yang
memiliki talenta diluar kemampuan logika dan bahasa sepeerti penari, designer,
dan artis.
Sebagai contoh Andri Wongso (motivator indonesia) adalah salah
satu orang yang dianggap tidak berhasil di sekolah tetapi menjadi orang yang
sangat berhasil dibidangnya. Kemudian muncullah sebuah pertanyaan dimana letak
kemampuan akademik seseorang?
Karena itu Amstrong
(2002) menyebutkan, kecerdasan tersebut merupakan modalitas untuk melejitkan
kemampuan setiap siswa dan menjadikan mereka sebagai sang juara, karena pada
dasarnya setiap anak cerdas. Sebelum menerapkan MI sebagai suatu strategi dalam
pengembangan potensi seseorang, perlu kita kenali atau pahami ciri-ciri yang
dimiliki seseorang.
1. Kecerdasan Linguistik, umumnya
memiliki ciri antara lain (a) suka menulis kreatif, (b) suka mengarang kisah
khayal atau menceritakan lelucon, (c) sangat hafal nama, tempat, tanggal atau
hal-hal kecil, (d) membaca di waktu senggang, (e) mengeja kata dengan tepat dan
mudah, (f) suka mengisi teka-teki silang, (f) menikmati dengan cara
mendengarkan, (g) unggul dalam mata pelajaran bahasa (membaca, menulis dan
berkomunikasi). Contohnya arswendo atmowiloto.
2. Kecerdasan Matematika-Logis, cirinya
antara lain: (a) menghitung problem aritmatika dengan cepat di luar kepala, (b)
suka mengajukan pertanyaan yang sifatnya analisis, misalnya mengapa hujan
turun?, (c) ahli dalam permainan catur, halma dsb, (d) mampu menjelaskan
masalah secara logis, (d) suka merancang eksperimen untuk membuktikan sesuatu,
(e) menghabiskan waktu dengan permainan logika seperti teka-teki, berprestasi
dalam Matematika dan IPA. Contohnya pemenang Olimpiade matematika 2009 Stefano
Chiesa Suryanto
3. Kecerdasan Spasial dicirikan antara
lain: (a) memberikan gambaran visual yang jelas ketika menjelaskan sesuatu, (b)
mudah membaca peta atau diagram, (c) menggambar sosok orang atau benda persis
aslinya, (d) senang melihat film, slide, foto, atau karya seni lainnya, (e)
sangat menikmati kegiatan visual, seperti teka-teki atau sejenisnya, (f) suka
melamun dan berfantasi, (g) mencoret-coret di atas kertas atau buku tugas
sekolah, (h) lebih memahamai informasi lewat gambar daripada kata-kata atau
uraian, (i) menonjol dalam mata pelajaran seni. Contohnya artis terkenal
Maddona.
4. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani,
memiliki ciri: (a) banyak bergerak ketika duduk atau mendengarkan sesuatu, (b)
aktif dalam kegiatan fisik seperti berenang, bersepeda, hiking atau skateboard,
(c) perlu menyentuh sesuatu yang sedang dipelajarinya, (d) menikmati kegiatan
melompat, lari, gulat atau kegiatan fisik lainnya, (e) memperlihatkan keterampilan
dalam bidang kerajinan tangan seperti mengukir, menjahit, memahat, (f) pandai
menirukan gerakan, kebiasaan atau prilaku orang lain, (g) bereaksi secara fisik
terhadap jawaban masalah yang dihadapinya, (h) suka membongkar berbagai benda
kemudian menyusunnya lagi, (i) berprestasi dalam mata pelajaran olahraga dan
yang bersifat kompetitif. Contohnya Taufik Hidayat.
5. Kecerdasan Musikal memiliki ciri
antara lain: (a) suka memainkan alat musik di rumah atau di sekolah, (b) mudah
mengingat melodi suatu lagu, (c) lebih bisa belajar dengan iringan musik, (d)
bernyanyi atau bersenandung untuk diri sendiri atau orang lain, (e) mudah
mengikuti irama musik, (f) mempunyai suara bagus untuk bernyanyi, (g)
berprestasi bagus dalam mata pelajaran musik. Contohnya Adi MS dan Idris sardi.
6. Kecerdasan Interpersonal memiliki
ciri antara lain: (a) mempunyai banyak teman, (b) suka bersosialisasi di
sekolah atau di lingkungan tempat tinggalnya, (c) banyak terlibat dalam
kegiatan kelompok di luar jam sekolah, (d) berperan sebagai penengah ketika
terjadi konflik antartemannya, (e) berempati besar terhadap perasaan atau
penderitaan orang lain, (f) sangat menikmati pekerjaan mengajari orang lain,
(g) berbakat menjadi pemimpin dan berperestasi dalam mata pelajaran ilmu
sosial. Contohnya Mario teguh.
7. Kecerdasan Intrapersonal memiliki
ciri antara lain: (a) memperlihatkan sikap independen dan kemauan kuat, (b)
bekerja atau belajar dengan baik seorang diri, (c) memiliki rasa percaya diri
yang tinggi, (d) banyak belajar dari kesalahan masa lalu, (e) berpikir fokus
dan terarah pada pencapaian tujuan, (f) banyak terlibat dalam hobi atau proyek
yang dikerjakan sendiri.
8. Kecerdasan Naturalis, memiliki ciri
antara lain: (a) suka dan akrab pada berbagai hewan peliharaan, (b) sangat
menikmati berjalan-jalan di alam terbuka, (c) suka berkebun atau dekat dengan
taman dan memelihara binatang, (d) menghabiskan waktu di dekat akuarium atau
sistem kehidupan alam, (e) suka membawa pulang serangga, daun bunga atau benda
alam lainnya, (f) berprestasi dalam mata pelajaran IPA, Biologi, dan lingkungan
hidup.
Keunikan yang dikemukakan Gardner adalah, setiap kecerdasan dalam upaya mengelola informasi bekerja secara spasial dalam sistem otak manusia. Tetapi pada saat mengeluarkannya, ke delapan jenis kecerdasan itu bekerjasama untuk menghasilkan informasi sesuai yang dibutuhkan.
Keunikan yang dikemukakan Gardner adalah, setiap kecerdasan dalam upaya mengelola informasi bekerja secara spasial dalam sistem otak manusia. Tetapi pada saat mengeluarkannya, ke delapan jenis kecerdasan itu bekerjasama untuk menghasilkan informasi sesuai yang dibutuhkan.
Tenaga pendidik harus bekerjasama dengan orang tua untuk mengembangkan
berbagai jenis kecerdasan pada anak didik di dalam proses belajar yang
dilaksanakan di lingkungan lembaga pendidikan.
Kecerdasan (Inteligensi) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni :
Kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk
pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses
informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem
solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah. Jadi mudah dipahami
bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk mencapai sasaran-sasaran kita
secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas, akan
mampu memilih strategi pencapaian sasaran yang lebih baik dari orang yang
kurang cerdas. Artinya orang yang cerdas mestinya lebih sukses dari orang yang
kurang cerdas. Yang sering membingungkan ialah kenyataan adanya orang yang kelihatan
tidak cerdas (sedikitnya di sekolah) kemudian tampil sukses, bahkan lebih
sukses dari dari rekan-rekannya yang lebih cerdas, dan sebaliknya.
Prestasi seseorang ditentukan juga oleh tingkat kecerdasannya
(Inteligensi). Walaupun mereka memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi
dan orang tuanya memberi kesempatan seluas-luasnya untuk meningkatkan
prestasinya, tetapi kecerdasan mereka yang terbatas tidak memungkinkannya untuk
mencapai keunggulan. Tingkat Kecerdasan Tingkat kecerdasan (Intelegensi) bawaan
ditentukan baik oleh bakat bawaan (berdasarkan gen yang diturunkan dari orang
tuanya) maupun oleh faktor lingkungan (termasuk semua pengalaman dan pendidikan
yang pernah diperoleh seseorang; terutama tahun-tahun pertama dari kehidupan
mempunyai dampak kuat terhadap kecersan seseorang). Secara umum intelegensi
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Kemampuan untuk berpikir abstrak.
2.
Untuk menangkap hubungan-hubungan dan
untuk belajar.
3.
Kemampuan untuk menyesuaikan diri
terhadap situasi-situasi baru.
Perumusan pertama melihat inteligensi sebagai kemampuan berpikir. Perumusan
kedua sebagai kemampuan untuk belajar dan perumusan ketiga sebagai kemampuan
untuk menyesuaikan diri. Ketiga-tiganaya menunjukkan aspek yang berbeda dari
intelegensi, namun ketiga aspek tersebut saling berkhaitan. Keberhasilan dalam
menyesuaikan diri seseorang tergantung dari kemampuannya untuk berpikir dan
belajar. Sejauhmana seseorang dapat belajar dari pengalaman-pengalamannya akan
menentukan penyesuaian dirinya. Ungkapan-ungkapan pikiran, cara berbicara, dan
cara mengajukan pertanyaan, kemampuan memecahkan masalah, dan sebagainya
mencerminkan kecerdasan. Akan tetapi, diperlukan waktu lama untuk dapat
menyimpulkan kecerdasan seseorang berdasarkan pengamatan perilakunya, dan cara
demikian belum tentu tepat pula. Oleh karena itu, para ahli telah menyusun
bermacam-macam tes inteligensi yang memungkinkan kita dalam waktu yang relatif
cepat mengetahui tingkat kecerdasan seseorang. Inteligensi seseorang biasanya
dinyatakan dalam suatu kosien inteligensi Intelligence Quotient(IQ). IQ tetapi
belum tentu untuk mengukur bakat seni, bakat kreatif-produktif, dan bakat
kepemimpinan. Para ahli cenderung untuk mengidentifikasi bakat intelektual
berdasarkan tes intelegensi semata-mata. Bagaimana dengan anak yang tidak
berbakat? akan tetapi, akhir-akhir ini para ahli makin menyadari bahwa
keberbakatan adalah sesuatu yang majemuk, artinya meliputi macam-macam ranah
atau aspek, tidak hanya kecerdasan.
Seseorang dapat dikatakan mempunyai bakat intelektual, apabila ia mempunyai
intelegensi tinggi atau kemampuan di atas rata-rata dalam bidang intelektual
yang antara lain mempunyai daya abstraksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan
memecahkan masalah). Akan tetapi, kecerdasan yang cukup tinggi belum menjamin
keberbakatan seseorang. Kreatifitas sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat
diterapkan dalam pemecahan masalah atau sebagai kemampuan untuk melihat
hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya, adalah
sama pentingnya.
Adapun yang dimaksud dengan anak berbakat adalah mereka yang karena
memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul dan mampu memberikan prestasi yang
tinggi. Anak-anak ini membutuhkan program pendidikan yang berdeferensiasi atau
pelayanan yang di luar jangkauan program sekolah biasa, agar dapat mewujudkan
bakat-bakat mereka secara optimal, baik bagi pengembangan diri maupun untuk
dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi kemajuan masyarakat dan negara.
Bakat-bakat tersebut baik sebagai potensi maupun yang sudah terwujud meliputi
:kemampuan intelektual umum, kemampuan berpikir kreatif-produktif, kemampuan
dalam salah satu bidang seni, kemampuan psikomotor, kemampuan psikososial
seperti bakat kepemimpinan.
Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menjamin anak yang
berhasil, tidak hanya dikategorikan sukses sekolah semata, kecerdasan bukanlah
satu-satunya elemen untuk mengukur potensi anak, karena anak mempunyai
kemampuan atau bakat yang berbeda-beda didalam menyelesaikan masalah tergantung
dari kemampuan mereka berpikir untuk menyelesaikan masalah oleh karena itu,
janganlah menjadi pendidik yang hanya berpikir bahwa anak pintar karena
tingginya nilai akdemik mereka, tetapi pada saat mereka tidak mampu mencapai
itu, cobalah untuk membantu mereka menggali potensi yang lain, sehingga mereka
tidak jenuh selama PBM berlangsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar