I.
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Saat ini pengetahuan dan teknologi mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Manusia dengan segala persoalan dan kegiatannya
secara dinamis dituntut untuk mampu beradaptasi dan menyelesaikan masalah yang
sudah dihadapi saat ini.
Didalam kesadaran yang ada pada diri manusia
maka manusia kiranya mampu menyelesaikan masalah yang ada, dan menyelesaikan
masalah tersebut dibutuhkan kecerdasan, kreativitas, dan kearifan agar dalam
menyelesaikan masalah agar tidak menimbulkan masalah yang lebih sulit lagi.
Pendidikan
sebagai faktor kunci dalam pembangunan bangsa dan negara. Banyak penelitian
menunjukkan tentang adanya korelasi positif antara mutu hasil pendidikan dengan
perkembangan ekonomi (sadima, 2007). Hal ini berarti bahwa peningkatan mutu
pendidikan adalah tantangan paling penting di dalam pelaksanaan pembangunan
pendidikan nasional.
Untuk
menciptakan manusia yang berkualitas tentu tidak terlepas dari dunia
pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu wadah untuk
melahirkan generasi yang berkualitas dan mandiri, dan pendidikan harus memiliki
kualitas yang baik. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang (UU) Republik
Indonesia (RI) nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional
ditetapkan ketentuan sebgaimana disebutkan dalam pasal 1 bahwa:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Dari
rumusan diatas dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) perlunya
perbaikan mutu pendidikan dan pengajaran dengan jalan meningkatkan kualitas
pembelajaran. Melalui peningkatan kualitas pembelajaran, siswa akan termotivasi
dan belajar, agar hasil belajarnya meningkat. Semakin positif sikapnya, semakin
bertambah jenis pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai, dan semakin mantap
pemahaman terhadap materi yang dipelajari.
Sebagai
upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional, telah dilakukan
pengkajian ulang terhadap kurikulum. Sehingga terjadi penyempurnaan kurikulum
dari waktu ke waktu. Salah satunya dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), yang proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman secara
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami.
Teknologi pendidikan dalam arti
sempit bisa merupakan media pendidikan (media pembelajaran). Dalam arti luas
media pembelajaran adalah hasil teknologi yang digunakan sebagai alat
pembelajaran agar berhasil guna, efisien, dan efektif (Syukur, 2008). Hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran mempunyai fungsi untuk
meningkatkan hasil pembelajaran secara efisien dan efektif serta dapat
meningkatkan pemahaman bagi siswa, yang ada pada gilirannya dapat meningkatkan
mutu hasil belajarnya.
Dengan demikian pendayagunaan media
pembelajaran untuk pelaksanaan pendidikan menjadi sangat penting dalam rangka
meningkatkan mutu hasil belajar. Salah satu media yang cukup efektif dan
efisien adalah naskah audio pembelajaran (sadiman, 2009).
Sehubungan dengan hal tersbut, maka
diharapkan proses pembelajaran yang diberikan dapat lebih memberikan pengalaman
yang berarti bagi siswa, sehingga perubahan perilaku dalam kawasan kognitif,
afektif, ataupun psikomotorik yang dirumuskan pembelajaran dapat dicapai secara
optimal (winkle, 1987).
Salah
satu mata pelajaran yang mengalami inovasi adalah mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS), IPS berkaitan dengan cara mencari tahu apa yang
terjadi pada kehidupan sosial atau sehari-hari, sehingga IPS adalah ilmu
pengetahuan yang berupa konsep kehidupan sehari-hari.
IPS
diperlukan dalam kehidupan untuk memenuhi kebutuhan manusia sebagai makhluk
sosial. Penerapan IPS perlu dilakukan secara bijaksana untuk menjaga hubungan
sosial manusia. Pada tingkat SMA, diharapkan adanya pembelajaran sosial,
teknologi dan masyarakat secara terpadu yang diarahkan pada pengalaman belajar
untuk merancang dan membuat mutu karya melalui penerapan IPS dan kompetensi
Kerja Ilmiah secara bijaksana (Depdiknas 2006).
Tuntutan kurikulum seperti diatas harus dapat
dilaksanakan dalam pembelajaran IPS, sehingga perlu diterapkan inovasi
pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa, agar belajar tidak
membosankan sehingga mampu menghasilkan proses pembelajaran yang lebih
menyenangkan.
Dari latar belakang diatas, dapat dilihat
kondisi siswa kelas X.1 SMAN 1 Pemulutan Selatan (PemSel) relatif heterogen,
dari segi sarana yang dimiliki. Berdasarkan segi buku wajib yang harus dimiliki
siswa, tidak ada satu pun siswa yang memilikinya, hal ini dikarenakan adanya
buku pinjaman dari sekolah.
Hal tersebut, mengakibatkan kemampuan siswa
menjawab pertanyaan dari 33 siswa lainnya hanya 10 siswa saja yang mampu, dan
untuk mengungkapkan dengan lisan sangat rendah, yaitu mencapai 23 orang.
Rendahnya hasil belajar siswa dalam proses
belajar mengajar dapat mengakibatkan proses belajar menjadi kurang optimal
sehingga materi yang disajikan menjadi tidak tuntas. Di SMAN 1 Pemulutan
Selatan (Pemsel) hal tesebut diakibatkan rendahnya kemauan siswa untuk belajar
dan kurang menariknya proses belajar yang diberikan oleh guru.
Oleh karena itu, sebagai seorang profesional
maka wajib bagi guru untuk membuat kondisi belajar mejadi optimal. Dari hal
tersebut guru mencoba membuat media naskah audio, untuk meningkatkan hasil
belajar siswa. Guru memilih media audio visual dikarenakan senangnya
siswa-siswi mendengarkan lagu pada waktu istirahat . Sebelumnya media sejenis
audio visual adalah media lagu, juga digunakan oleh gustiani mahasiswi dari
Universitas Pendidikan Indonesia dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa lagu dapat
digunakan untuk melatih daya analisis siswa dari apa yang mereka simak, dan
hasil penelitiannya media lagu digunakan sebagai penunjang pendidikan ke arah
kegiatan-kegiatan belajar mengajar yang lebih mengasyikan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa media naskah
audio dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini menimbulkan asumsi bahwa
media naskah audio berpengaruh terhadap meningkatkan hasil belajar siswa.
Dari latar belakang diatas maka penulis
tertarik untuk meneliti mengenai media lagu dengan judul “Pengaruh Penggunaan Media Naskah Audio Terhadap Motivasi dan Hasil
Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi Sekolah Menengah Atas Negeri 1
PemSel”.
B.
Rumusan Masalah
Dari
uraian latar belakang, maka rumusan masalah pada proposal penelitian ini yaitu;
1.
Bagaimana Pengaruh Penggunaan Media Naskah Audio Terhadap
Motivasi Siswa Di SMA N 1 PemSel?
2.
Bagaimana Pengaruh Penggunaan Media Naskah Audio Terhadap Hasil
Belajar Siswa Di SMA N 1 PemSel?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan
dari proposal penelitian ini adalah
1.
Untuk mengetahui pengaruh
penggunaan media naskah audio terhadap motivasi siswa di SMA N 1 PemSel.
2.
Untuk mengetahui pengaruh
penggunaan media naskah audio terhadap hasil belajar siswa di SMA N 1 PemSel.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis maupun praktis. Secara teoritis dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan tentang penggunaan media naskah audio di sekolah, sedangkan secara
prktis;
1.
Bagi lembaga; dapat mendukung
kebijakan pemerintah dalam pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan mutu proses
pembelajaran dan hasil belajar siswa.
2.
Bagi guru; dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran.
3.
Bagi siswa; dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
II. Pembahasan
A. Pengertian Media
Pembelajaran
Seseorang belajar karena ada yang mengajar. Proses pembelajaran
dapat terjadi kapan saja, dan dimana saja. Proses pembelajaran terjadi karena
adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Guru bukan satu-satunya sumber belajar,
walaupun tugas, peranan dan fungsinya dalam proses pembelajaran sangat penting.
Dengan berkembangnya ilmu penegtahuan dan teknologi maka berkembang pula tugas
dan peran guru, seiring dengan berkembangnnya jumlah anak yang memerlukan
pendidikan.
Dalam
upaya peningkatan mutu pendidikan di SMA dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
salah satu rencana strategis pemerintah antara lain (Diknas, 2003) adalah;
1.
Meningkatkan kemampuan
profesional guru, melalui pengembangan pelaksanaan proses pembelajaran,
2.
Meningkatkan efisiensi dan
efektivitas proses pembelajran melalui peningkatan kemampuan guru dalam
mengelola belajar dan sumber-sumber belajar lainnya, agar dapat mendorong siswa
belajar secara maksimal.
3.
Mengembangkan siswa dalam
berprestasi.
Oleh karena itu, maka sekolah dan guru berkewajiban membuat dan
menyediakan sumber belajar berupa alat yang dikenal dengan media pembelajaran,
terdapat banyak pengertian media pembelajaran dalam berbagai sumber seperti
dibawah ini
Media pembelajaran adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan
siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar (Gagne, 1970).
Media pembelajaran adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan
orang untuk menyalurkan pesan atau informasi dalam belajar (Association of
Education and Communication Technology/ AECT).
Briggs (1970) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah segala
alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.
Yueh-Min Huang, Yu-Lin Jeng and Tien-Chi
Huang (2009)
the mobile blogging system in a collaborative learning model as well as to
explore the learning behavior of mobile blogger. We highlight the importance of
mobility and blogging applications in a collaborative learning environment.
Thus, an educational mobile blogging system is implemented for this purpose.
The designed learning activity focuses on exploring students’ learning outcomes
from the proposed three aspects in the Introduction section. The results of the
conducted learning activity were evaluated by the questionnaire, which reveal
our observations and findings. We found that the mobile blogging system can
provide more authentic context learning example and help to solve the
coordination issue in a collaborative learning environment. In addition, the
developed mobile blogging system established a mobile blog-based learning
environment which brings students a similar manipulation of web-based blogging
system in daily life and ties no position and time limitations.
Dari
tulisan Yueh-Min Huang,
Yu-Lin Jeng and Tien-Chi Huang menyatakan bahwa Penelitian ini bertujuan untuk
mencari efek pembelajaran sistem blog mobile dalam model pembelajaran
kooperatif sekaligus untuk mengekplorasi perilaku belajar para blogger. Kami
menyoroti pentingnya mobilitas dan aplikasi blog dalam lingkungan pembelajaran
kooperatif. Karenanya, sistem blog pendidikan yang bersifat mobile digunakan
untuk tujuan ini. Desain aktivitas pembelajaran difokuskan untuk mengeksplorasi
hasil belajar siswa melalui 3 aspek yang dikemukakan dalam bagian pendahuluan.
Hasil dari aktivitas pembelajaran yang dilakukan kemudian di evaluasi melalui
kuestioner, yang mengungkapkan hasil observasi dan temuan kami. Kami menemukan
bahwa sistem blog mobile dapat memberi contoh konteks pembelajaran yang lebih
nyata dan membantu untuk memecahkan masalah kerja sama dalam lingkungan
pembelajaran kolaboratif. Sebagai tambahan, sistem blog mobie yang telah
dikembangkan membentuk lingkungan pembelajaran berbasis blog mobile yang
membawa siswa pada manipulasi sistem sistem blog berbasis web dalam kehidupan
sehari-hari yang tidak terikat tempat maupun waktu.
Dari pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah bentuk komunikasi cetak,
maupun audio visual serta peralatannya yang dapat digunakan untuk merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sehingga proses
pembelajaran terjadi.
B. Perkembangan Media Pembelajaran
Pada mulanya media
pemebelajaran hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar guru (teaching aids). Alat bantu yang dipakai
adalah bantu visual, misalnya gmabar, model, objek dan alat-alat yang dapat
memberikan pengalaman konkret, motivasi belajar serta mempertinggi daya serap
dan retensi belajar siswa. Dengan masuknya pengaruh teknologi audio pada
sekitar pertangahan abad ke-20, alat visual untuk mengkonkretkan ajaran ini
dilengkapi dengan alat audio sehingga kita kenal adanya alat audio visual aids
(AVA).
Bermacam peralatan dapat
digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan ajaran kepada siswa melalui
penghilatan dan pendengaran untuk menghindar verbalisme yang masih mungkin
terjadi kalau hanya digunakan alat bantu visual semata. Dalam usaha
memanfaatkan media sebagai alat bantu ini Edgar Dale mengadakan klasifikasi
pengalaman menurut tingkat dari yang paling konkret ke yang paling abstrak.
Klasifikasi tersebut kemudian dikenal dengan nama kerucut pengalaman (cone of experience) dari Edgar Dale dan
pada saat itu dianut secara luas dalam menentukan alat bantu apa yang paling
sesuai untuk pengalaman belajar tertentu. (Lihat Gambar 1.1)
Gambar 1.1 kerucut
pengalaman E.Dale (sumber:buku media pendidikan)
Pada akhir tahun 1950
teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat bantu audio visual,
sehingga selain sebagai alat bantu media juga bantu media juga berfungsi
penyalur pesan atau informasi belajar. Sejak saat itu, alat audio visual bukan
hanya dipandang sebagai alat penyalur pesan atau media. Teori ini sangat
penting dalam penggunaan media untuk kegiatan program-program pembelajaran.
Baru pada tahun
1960-1965 orang mulai memperhatikan siswa sebagai komponen yang penting dalam
proses pembelajaran. Pada saat itu teori tingkah (behaviorism theory) ajaran B.F. Skinner mulai mempengaruhi
penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran. Toeri ini mendorong orang untuk
lebih memperhatikan siswa dalam proses pembelajaran. Menurut teori ini,
mendidik adalah mengubah tingkah laku siswa. Perubahan tingkah laku ini harus
tertanam pada diri siswa sehingga menjadi adat kebiasaan. Supaya tingkah laku
tersebut menjadi adat kebiasaan, setiap ada perubahan tingkah laku positif ke
arah tujuan yang dikehendaki, harus diberi penguatan (reinforcement), berupa pemberitahuan bahwa tingkah laku tersebut
telah betul. Teori ini telah mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah
tingkah laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran. Media instruksional yang
terkenal yang dihasilkan teori ini ialah teaching
machine dan programme instruction.
Pada tahun 1965-1970, pendekatan
sistem (system approach) mulai
menampakkan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan pembelajaran.
Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral
dalam program pembelajaran. Setiap program pembelajaran harus direncanakan
secara sistematis dengan memusatkan perhatian pada siswa. Program pemebalajaran
direncanakan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa serta diarahkan
kepada perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Dalam perencanaan ini media yang akan dipakai dan cara menggunakannya telah dipertimbangkan
dan ditentukan dengan seksama.
Pada dasarnya para guru
dan ahli audio visual menyambut baik perubahan ini. Guru-guru mulai merumuskan
tujuan pembelajaran berdasarkan tingkah laku siswa. Untuk mencapai tujuan pembelajaran,
mulai dipakai media. Dari pengalaman mereka, guru mulai belajar bahwa cara
belajar siswa berbeda-beda.
Guru dan media
pembelajaran hendaknya bahu-membahu dalam memberi kemudahan belajar bagi siswa.
Perhatian dan bimbingan secara individual dapat dilaksanakan oleh guru dengan baik
semantara informasi dapat pula disajikan secara jelas, menarik dan teliti oleh
media pembelajaran.
Jadi, media pembelajaran
memberikan solusi kepada guru untuk selalu menyajikan materi pembelajaran
dengan jelas, menarik dan teliti, sehingga menimbulkan pengalaman belajar yang
bermanfaat bagi siswa.
C. Proses Pembelajaran sebagai Proses Komunikasi
Proses pembelajaran pada hakikatnya
adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan
melalui saluran atau media tertentu ke penerima pesan. Pesan berupa isi ajaran
dan didikan yang ada dikurikulum dituangkan oleh guru atau sumber lain ke dalam
simbol-simbol komunikasi baik verbal maupun non verbal atau visual. Proses
penuangan pesan ke dalam simbol-simbol komunikasi disebut encoding. Selanjutnya
penerima pesan (siswa) menafsirkan simbol-simbol tersebut.
Adakalanya penafsiran tersebut
berhasil, adakalanya tidak. Penafsiran yang gagal atau kurang berhasil berarti
kegagalan dalam memahami apa-apa yang disampaikan, diamati dan dilihat.
Gambar 1.2 Proses
komunikasi yang gagal
Ada beberapa faktor yang
menjadi penghambat atau pengahalang proses komunikasi. Penghambat tersebut
biasa dikenal dengan istilah barriers
atau noises.
Faktor penghambat dari
penerimaan pesan adalah minat, sikap, pendapat, kepercayaan, pengetahuan,
kultural dan hambatan fisik (kelelahan, sakit, cacat tubuh dan keterbatasan
indera). Siswa yang senang terhadap mata pelajaran, topik serta gurunya tentu
hasil belajarnya lebih baik dibandingkan dengan yang siswa benci atau tak
menyukai semua.
Media pembelajaran sebagai
salah satu sumber belaajr yang dapat menyalurkan pesan sehingga membantu
mengatasi hal tersebut. Perbedaan gaya belajar, minat intelegensi, keterbatasan
daya indera, cacat tubuh atau hambatan jarak geografis, jarak waktu dapat
dibantu dibatasi dengan adanya pemanfaatan media pembelajaran. Jadi, guru dan
media bekerja sama, bahu membahu dalam menyajikan pesan.
Gambar 1.3 proses
komunikasi yang berhasil (Sumber: buku media
pendidikan)
Terkadang, guru tak
banyak berperan karena proses pembelajaran terjadi dalam jarak jauh, atau guru
sedang berhalangan hadir. Pada situasi seperti ini, buku, modul, media audio,
video dan film dapat dijadikan sumber pesan dalam menyampaikan materi
pembelajaran, sehingga siswa masih dapat memperoleh materi sesuai dengan jadwal
yang ada. Siswa berinteraksi dengan media secara tidak langsung lewat media
yang ada.
Jadi, proses pembelajaran sebagai
proses komunikasi harus menimbulkan kesamaan persepsi dari yang disampaikan
oleh guru sehingga menimbulkan persepsi yang sama antara siswa yang satu dengan
siswa yang lain dan hal tersebut dapat menimbulkan interaksi yang dihsilkan
akan lebih optimal.
D. Kegunaan Media Pembelajaran dalam Proses Pembelajaran
Secara umum media pembelajaran
mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut:
1.
Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat
verbalistik (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan).
2.
Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti
misalnya:
a.
Objek yang terlalu besar, dapat diganti dengan relita
gambar;
b.
Objek yang kecil, dapat dibantu dengan menggunakan
proyektor;
c.
Gerak yang lambat atau cepat dapat dibantu dengan
menggunakan timelapse;
d.
Kejadian masa lampau dapat dibantu dengan menggunakan
rekaman film;
e.
Objek yang terlalu kompleks (mesin-mesin) dapat dibantu
dengan menggunakan model diagram.
f.
Konsep yang terlalu luas (gunung, gempa bumi, iklim dan
lain-lain) dapat dibantu dengan menggunakan gambar.
3.
Penggunaan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi
dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam media pembelajaran berguna untuk:
a.
Menimbulkan kegairahan belajar;
b.
Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak
didik dengan lingkungan dan kenyataan;
c.
Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut
kemampuan minatnya.
4.
Dengan sifat yang unik dari setiap siswa dan lingkungan
yang berbeda sedangkan kurikulum dan materi pembelajaran ditentukan sama untuk
setiap siswa, maka guru mengalami kesulitan bilamana semuanya harus diatasi
sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan
siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pembelajaran, yaitu
dengan kemampuannya dalam:
a.
Memberikan perangsang yang sama;
b.
Mempersamakan pengalaman;
c.
Menimbulkan persepsi yang sama.
Dapat disimpulkan bahwa,
kegunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran adalah mempermudah siswa
untuk memahami materi yang disampaikan oleh guru, dan dengan adanya bantuan
media dalam proses pembelajaran membuat siswa lebih bersemangat dalam menerima
pembelajaran yang disampaikan, karen tidak monoton.
E. Jenis dan Karakteristik Media
1.
Taksonomi
Dalam teknologi pendidikan, media atau
bahan sebagai sumber belajar merupakan komponene dari sistem instruktursional
disamping pesan, orang, teknik, latar dan peralatan. Media adalah perangkat
lunak yang (software) berisi pesan
atau informasi pendidikan yang biasanya disajikan dengan menggunakan peralatan.
Peralatan atau perangkat keras (hardware)
merupakan sarana untuk dapat menampilkan pesan yang terkandung pada media
(AECT, 1977). Dengan adanya berbagai pengaruh ke dalam khasanah pendidikan
seperti ilmu cetak-mencetak, tingkah laku (behaviorisme), komunikasi dan laju
perkembangan teknologin elektronik, media dalam perkembangannya tampil dalam
berbagai jenis dan format (modul cetak, film, televisi, komputer dan
sebagainya) masing-masing mempunyai ciri-ciri dan kemampuannya sendiri.
Beberapa contoh usaha ke arah taksonomi media tersebut antara lain adalah
sebagai berikut:
1.
Taksonomi menurut Rudy Bretz
Bretz mengidentifikasin ciri utama
media menjadi tiga unsur pokok yaitu suara, visual dan gerak. Visual dibedakan
menjadi tiga yaitu gambar, garis dan simbol yang merupakan suatu kontinum dari
bentuk yang dapat ditangkap dengan indera penglihatan. Bretz juga membedakan 1)
media audio visual gerak, 2) media audio visual diam, 3) media audio semi
gerak, 4) media visual gerak, 5) media visual diam, 6) media semi gerak 7)
media audio, 8) media cetak.
2.
Hierarki Media menurut Duncan
Duncan menjajarkan biaya investasi,
kelangkaan dan keluasan lingkup sasarannya di satu pihak dan kemudahan
pengadaan serta penggunaan, keterbatasan lingkup sasaran dan rendahnya biaya di
lain pihak dengan tingkat kerumitan perangkat medianya dalam satu hierarki.
Semakin sulit suatu perangkat media yang dipakai, semakin mahal biaya
investasinya. Duncan, menyusun media berdasarkan tingakt kerumitan perangkat
dan media yang digunakan.
3.
Taksonomi Briggs
Media dikategorikan menurut stimulus
yang dapat ditimbulkan dari media sendir, yaitu kesesuaian rangsangan tersebut
dengan karakteristik siswa, tuga pembelajaran, bahan dan transmisinya. Briggs,
mengidentifikasi 13 macam media yang dipergunakan dalam proses pembelajaran,
yaitu: objek, model, suara langsung, rekaman audio, media cetak, pembelajaran
terprogram, papan tulis, media transparansi, film rangkai, film bingkai, film,
televisi dan gambar.
4.
Taksonomi menurut Gagne
Gagne, membuat 7 macam pengelompokkan
media, yaitu benda untuk dideminstrasikan, komunikasi lisan, media cetak,
gambar diam, gambar gerak, film bersuara dan mesin belajar. Ketujuh media ini
dikelompokkan dengan kemampuan memenuhi fungsi menurut tingakatan belajar yaitu
pelontar stimulus, penarik minat belajar, contoh perilaku belajar, memberi
kondisi eksternal, menuntun cara berpikir, memasukkan alih ilmu, menilai
prestasi dan pemberi umpan balik.
5.
Taksonomi menurut Edling
Menurut edling, media adalah sesuatu
yang terpusat pada rangsangan belajar saja.
Dari berbagai contoh
yang telah dituliskan, bahwa menyusun suatu taksonomi media adalah berlaku
umum, dan menurut Schramm (1977) membedakan media rumit, media mahal, media
sederhana dan media murah. Selain itu, diperlukan kontrol pemakai, kesiapan dan
kesesuaian untuk belajar mandiri, dan kemampuannya untuk memberikan umpan
balik.
Jadi, dapat disimpulkan
bahwa bagaimanapun suatu pengelompokkan, bentuk dan tujuannya dapat memperjelas
perbedaan dalam fungsi dan kemampuannya. Hal ini sangat diperlukan dalam
menentukan pilihan atas media, agar apa yang disampaikan oleh media dan guru
dapat menimbulkan persepsi yang sama dengan seluruh siswa yang sedang belajar.
2.
Karakteristik Media
Adapun karakteristik media yang lazim
dipakai menurut sadiman dkk (2009) yaitu:
1.
Media Grafis
Media grafis merupakan media visual (gambar
atau foto, sketsa, diagram, bagan atau chart, grafik, kartun, poster, papan
flanel, papan buletin).
2.
Media Audio
Media audio berkaitan dengan indera
pendengaran (radio, alat perekam, laboratorium bahasa).
3.
Media Proyeksi Diam
Contohnya film bingkai, film rangkai,
mikrofis, tv, video, permainan dan simulasi.
Jadi, dari karakteristik
media yang ada, diharapkan guru dapat membuat media-media lain yang sejenis
untuk memperkaya khasanah pendidikan, khususnya mempermudah proses
pembelajaran.
F. Media Naskah Audio
G. Motivasi
Proses belajar mengajar di sekolah bersifat
sangat kompleks, karena di dalamnya terdapat aspek pedagogis, psikologis, dan
didaktis. Aspek pedagogis merujuk pada kenyataan bahwa belajar mengajar di
sekolah terutama di sekolah dasar berlangsung dalam lingkungan pendidikan
dimana guru harus mendampingi siswa dalam perkembangannya menuju kedewasaan,
melalui proses belajar mengajar di dalam kelas. Aspek psikologis merujuk pada
kenyataan bahwa siswa yang belajar di sekolah memiliki kondisi fisik dan
psikologis yang berbeda-beda. Selain itu, aspek psikologis merujuk pada
kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri sangat bervariasi, misainya: ada
belajar materi yang mengandung aspek hafalan, ada belajar keterampilan motorik,
ada belajar konsep, ada belajar sikap dan seterusnya. Adanya kemajemukan ini
menyebabkan cara siswa belajar harus berbeda-beda pula, sesuai dengan jenis
belajar yang sedang berlangsung. Aspek didaktis merujuk pada. pengaturan
belajar siswa oleh tenaga. pengajar. Dalam hal inipun, ada. berbagai prosedur
didaktis. Berbagai cara mengelompokkan, dan beraneka macam media pengajaran.
Guru harus menentukan metode yang paling efektif untuk proses belajar mengajar
tertentu sesuai dengan tujuan instruksional. yang harus dicapai. Demikian pula
dengan kondisi internal
dan eksternal belajar yang harus
diciptakan oleh pengajar, sangat bervariasi. Kondisi tersebut, disebut dengan motivasi, adapun
pengertian motivasi seperti berikut
Donald
(2004) mengemukakan bahwa motivasi merupakan perubahan tenaga di dalam diri
ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.
Santrock
(2008), motivasi adalah proses yang memeberi semangat, arah, dan kegigihan
perilaku.
“Gage dan
Baliner (1992) mengungkapkan bahwa motivasi adalah hal-hal mendorong dan
mengarahkan aktifitas seseorang. Berdasarkan definisi tersebut di atas
bahwasannya ada 3 (tiga) aspek yang termaktub dalam motivasi yaitu: (1) keadaan
terdorong dalam diri organisme (a driving state); (2) perilaku yang timbul dan
terarah; (3) goal atau tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut”.
Berdasarkan
pengertian motivasi menurut ahli, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu
tindakan yang berbentuk dorongan agar menggapai tujuan yang spesifik sebagai
wujud dari kegigihan.
H. Siklus Motivasi
Pada
umumnya motivasi memiliki sifat siklas (melingkar), yaitu motivasi timbul,
memicu perilaku tertuju kepada tujuan (goal), dan akhirnya setelah tujuan (goal)
tercapai, motivasi itu terhenti. Namun motivasi itu bergerak ketika ada
kebutuhan lagi. Secara sederhana siklus ini dapat digambarkan sebagai berikut:
|
|||
Siklus
tersebut di atas merupakan siklus sederhana, siklus motivasi yang kompleks
lebih dipengaruhi oleh faktor kognitif meliputi berpikir, ingatan, dan persepsi
yang dapat dilihat melalui bagan berikuti ini.
The motivational cycle with cognitive factors added
(Modified from Deci, 1975, dalam Morgan, dkk, 1984)
H.
Teori-teori Motivasi
Mengenai
motivasi ini ada beberapa teori yang memberikan gambaran tentang seberapa jauh
peranan pada stimulus internal dan eksternal. Teori tersebut meliputi: (1)
Teori insting (instinct theory), (2) teori dorongan (drive theory), (3) teori
insentif (incentive theory),(4) teori atribusi (attribute theory), dan (5)
teori kognitif (cognitive theory). Teori insting menyebutkan bahwa perilaku
dipengaruhi oleh insting. Insting sendiri diartikan sebagai perilaku innate, perilaku bawaan dan akan
mengalami perubahan sesuai dengan pengalaman. Teori dorongan bertitik tolak
pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive
tertentu. Dorongan-dorongan itu berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme
yang mendorong organisme berperilaku. Teori atribusi menjelaskan tentang
sebab-sebab perilaku orang dari disposisi internal ataupun keadaan eksternal.
Terakhir, teori kognitif menyebutkan
bahwa organisme berperilaku sesuai dengan pilihannya yang tentunya memberikan
manfaat baginya. Kemampuan memilih ini berarti faktor berpikir berperan dalam
menentukan pilihannya.
I. Jenis-jenis motivasi
Menurut
Sardiman (2005:89-91), motivasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a.
Motivasi Intrinsik
Motivasi
intrinsik adalah motif–motif (daya penggerak) yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena di dalam diri setiap
individu sudah terdapat dorongan untuk melakukan sesuatu.
b.
Motivasi Ekstrinsik
Dorongan
yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu itu bersumber pada suatu kebutuhan
kebutuhan yang harus dipenuhi.
J. Motivasi Berprestasi
Dorongan
yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu itu bersumber pada suatu
kebutuhan kebutuhan yang harus dipenuhi. Menurut Mc Clelland dalam Amirullah (2002:154-155)
mengemukakan tiga kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan prestasi (need for achievement), kebutuhan akan
afiliasi (need for affiliation), dan
kebutuhan akan kekuasaan (need for power).
Orang dengan kebutuhan yang tinggi cenderung suka bertanggung jawab untuk
memecahkan berbagai macam persoalan, mereka cenderung menetapkan sasaran yang
cukup sulit untuk mereka sendiri dan mengambil resiko yang sudah diperhitungkan
untuk mencapai sasaran tersebut. Lebih lanjut Mc Clelland dalam Handoko (1983:256) mengemukakan bahwa orang-orang yang
berorientasi prestasi mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang dapat
dikembangkan, yaitu :
1.
Menyukai pengambilan resiko yang layak (moderat) sebagai fungsi keterampilan,
bukan kesempatan ; menyukai suatu tantangan ; dan menginginkan tanggung jawab
pribadi bagi hasil-hasil yang dicapai.
2.
Mempunyai kecenderungan untuk menetapkan tujuan-tujuan prestasi yang layak dan
menghadapi resiko yang sudah diperhitungkan.
3.
Mempunyai kebutuhan yang kuat akan umpan balik tentang apa yang telah dikerjakannya.
4.
Mempunyai keterampilan dalam perencanaan jangka panjang dan mempunyai
kemampuan-kemampuan organisasional.
Menurut
Maslow dalam Darsono (2000:101-102) mengemukakan bahwa manusia mempunyai
kebutuhan-kebutuhan sebagai berikut :
1)
Kebutuhan jasmaniah, seperti : makan, minum, istirahat, seksual dan sebagainya.
2)
Kebutuhan keamanan (rasa aman), seperti : ingin sehat, ingin terhindar dari
bahaya, ingin menghilangkan kecemasan dan lain-lain.
3)
Kebutuhan untuk memiliki dan dicintai, seperti : ingin berteman, ingin
berkeluarga, ingin masuk dalam suatu kelompok dan lain – lain.
4)
Kebutuhan akan penghargaan diri (harga diri), seperti : ingin dihargai,
dipercaya, dihormati oleh orang lain dan lain-lain.
5)
Kebutuhan untuk aktualisasi diri, seperti : keinginan untuk mengembangkan potensi diri, bakat dan
keterampilan, keinginan berprestasi, keinginan mencapai cita-cita dan
sebagainya.
6)
Kebutuhan untuk tahu dan mengerti, seperti : mencari ilmu atau menempuh
pendidikan setinggi-tingginya yang didorong rasa
ingin tahu.
7)
Kebutuhan estetis, yaitu kebutuhan untuk mengungkapkan rasa seni dan keindahan.
Sedang menurut Morgan dalam Sardiman (2005:78-80) mengemukakan bahwa manusia memiliki
berbagai kebutuhan, yaitu :
1)
Kebutuhan untuk berbuat sesuatu untuk suatu aktivitas
2)
Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain
3)
Kebutuhan untuk mencapai hasil atau cita-cita
4)
Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan
Dari
uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa setiap manusia mempunyai
keinginan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Kebutuhan itu berasal
dari diri sendiri yang menuntut untuk dipenuhi. Keinginan seseorang untuk dapat memenuhi semua kebutuhannya tersebut dapat mendorong
seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu yang mengarah pada pencapaian pemenuhan
kebutuhan. Hal ini dapat menimbulkan motivasi pada diri seseorang guna
membekali diri dengan hal hal yang diperlukan dalam mencapai tujuannya
tersebut.
Selain
itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa yaitu:
1)
Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri manusia itu sendiri yang
berupa sikap, kepribadian, pendidikan, pengalaman dan cita-cita.
2)
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia itu sendiri
yang terdiri dari :
a)
Lingkungan sosial,
yang meliputi lingkungan masyarakat,
tetangga, teman, orangtua/keluarga dan teman sekolah.
b)
Lingkungan non sosial meliputi keadaan gedung sekolah, letak sekolah, jarak
tempat tinggal dengan sekolah, alat-alat belajar, kondisi ekonomi orangtua dan lain-lain. (Muhidin Syah,
1995:108-115)
Sumanto (1990:108-115) menggolongkan faktor yang
mempengaruhi belajar anak menjadi tiga macam, yaitu:
1)
Faktor-faktor stimulasi belajar
Yang
dimaksud faktor stimulasi belajar adalah segala hal di luar individu itu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan
belajar. Stimulasi dalam penelitian ini mencakup materiil serta suasana
lingkungan yang ada di sekitar siswa.
2)
Faktor metode belajar
Metode
yang dipakai guru sangat mempengaruhi belajar siswa. Metode yang menarik dapat
menimbulkan rangsangan dari siswa untuk meniru dan mengaplikasikannya dalam
cara belajarnya.
Bagi
siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah
masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu
motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri
memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi
pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat
mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya. Lain halnya bagi siswa yang tidak
ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan
dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan
motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar.
Ada
beberapa strategi dan metode yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan
motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
1) Menjelaskan tujuan
belajar ke peserta didik.
Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang
guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya
kepada siwa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
2) Hadiah
Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu
semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang
belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.
3) Saingan/kompetisi
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk
meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang
telah dicapai sebelumnya.
4) Pujian
Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan
atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.
5) Hukuman
Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar
mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah
diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.
6)
Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar
Strateginya
adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.
- Membentuk kebiasaan belajar yang baik
- Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok
- Menggunakan metode yang bervariasi, dan
- Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-didiknya. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar siswa belum terpenuhi.
K.
Hasil Belajar
L.
Mata Pelajaran Ekonomi
L. Pengaruh Penggunaan Media Naskah Audio
Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 PemSel
III.
Hipotesis
Ha : Ada Pengaruh Penggunaan Media Naskah Audio Terhadap Motivasi
dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi SMA N 1 PemSel.
Ho : Tidak Ada Pengaruh Penggunaan Media Naskah Audio
Terhadap Motivasi dan Hasil
Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi SMA N 1 PemSel.
IV.
Metodologi Penelitian
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA N 1 PemSel, yang
beralamat di jalan Raya Sungai Lebung Kabupaten Ogan Ilir Indralaya.
B. Metode
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang
tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang. Penelitian ini
bertujuan untuk meneliti kemungkinan saling berhubungan antara penggunaan media
naskah audio dengan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
ekonomi.
Langkah-langkah penelitian ini, yaitu akan
membandingkan kelas perlakuan yang menggunanakan media naskah audio dengan
kelas kontrol yang tidak menggunakan media naskah audio. Penelitian ini akan
dilakukan secara sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta dan sifat
populasi dalam mata pelajaran ekonomi.
C. Variabel dan Defenisi Operasional
Variabel
1.
Variabel
Penelitian
Variabel terikat : Hasil Belajar siswa
Variabel bebas :
Penggunaan media naskah audio pada mata pelajaran ekonomi.
Variabel
moderator : Motivasi
2.
Defenisi
Operasional Variabel
Agar variabel lebih jelas, maka untuk kepentingan
penelitian ini motivasi dan hasil belajar ekonomi siswa, serta penggunaan media
naskah audio perlu didefenisikan secara operasional.
2.1 Motivasi
2.2 Hasil
Belajar
2.3 Penggunaan
Media Naskah Audio
D. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas x semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 di SMA N 1 PemSel yang
mengikuti proses pembelajaran di kelas dengan mata pelajaran ekonomi, terdiri
dari 4 kelas, alasan memilih kelas X sebagai populasi karena materi yang akan
digunakan dalam naskah audio sangat sesuai dengan materi kelas X, yaitu berupa
teori dan non matematik. Adapun rinciannya yaitu:
Tabel
1. Populasi Penelitian
Kelas
|
Jumlah
Siswa
|
X.1
|
31
|
X.2
|
33
|
X.3
|
32
|
X.4
|
32
|
Jumlah
|
128
|
Sumber:
Dokumentasi SMA N 1 PemSel
Teknik
pengambilan sampel menggunakan
E. Metode Pengumpulan Data
F.
Analisis
Data
Tidak ada komentar:
Posting Komentar