MID SEMESTER
Nama
|
Rizki Alhairiah
|
NIM
|
20112513026
|
Kelas
|
Teknologi Pendidikan Sore A
|
Mata kuliah
|
Teori Belajar dan Pembelajaran
|
Dosen Pengampu
|
Prof. Waspodo, M.Ed, Ph. D
Dr. Yosef
Dr. Edi Harapan, M.Pd
|
Percobaan 1
Lakukan percobaan pada satu anak Sekolah Dasar (SD) di kelas
tinggi dengan menggunakan labirin yang cukup rumit. Berikan kesempatan kepada
anak untuk mencoba beberapa kali sampai berhasil. Rekam percobaan ini dengan
menggunakan video. Berikan ulasan dengan merujuk teori belajar yang sesuai terhadap
persoalan anda tersebut.
Jawab:
Data anak yang diberi
permainan labirin yaitu:
nama : Bella
kelas : 6 SD
usia : 11 tahun
Pada saat Bella melakukan permainan labirin, Bella melakukan tiga kali
kesalahan dan tidak menemukan jalan keluar, tetapi kemudian untuk yang ke empat
kali, bella menemukan jalan yang benar. Pada percobaan pertama mengenai
permainan labirin, hal tersebut berkaitan dengan teori belajar Thorndike. Karena,
Teori belajar Thorndike terkenal dengan istilah Trial and Error.
Teori belajar Thorndike terdiri dari:
a. adanya
suatu motif pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu;
b. seseorang berusaha dapat melakukan
berbagai macam respon dalam rangka memenuhi motif-motifnya;
c. respon-respon yang dirasakan tidak
bersesuaian dengan motif seharusnya dihilangkan. Akhirnya seseorang mendapatkan
jenis respon yang paling tepat.
Beberapa hukum belajar yang ditetapkan
Thorndike yaitu:
1. hukum kesiapan (Law of Reatness), seseorang akan melakukan sesuatu dan ia lakukan
dan ia merasa puas;
2. hukum latihan (Law of Exercise), seseorang akan belajar melakukan latihan terlebih
dahulu;
3. hukum akibat (Law of Effect), hubungan stimulus dan respon akan terjadi (adanya
ransangan).
Pendapat Thorndike tentang prinsip-prinsip
belajar yaitu:
1. pada saat seseorang berhadapan dengan
sebuah situasi yang termasuk baru, berbagai ragam respon yang ia lakukan.
Respon-respon tersebut dapat berbeda antara satu dengan lainnya hingga akhirnya
seseorang mendapatkan respon yang benar;
2. pada diri seseorang sebenarnya terdapat
potensi untuk mengadakan seleksi terhadap unsur – unsur yang penting dan kurang
penting, hingga akhirnya menemukan respon yang tepat;
3. orang cenderung memberikan respon yang
sama terhadap situasi yang sama;
4. orang cenderung mengadakan assosiatif shift thing yaitu
menghubungkan respon yang ia kuasai dengan situasi tentang tatkala menyadari
respon yang penting.
Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa, setelah pengajar memberikan rangsangan kepada Bella untuk
mengerjakan permainan labirin, maka akan timbul respon dari Bella untuk
menyelesaikan permainan labirin dengan benar, akan tetapi hal tersebut tidak
lancar begitu saja, Bella mengalami kesalahan sebanyak tiga kali kemudian
berhasil. Kesalahan yang dibuat Bella tidak membuatnya putus asa (dijadikan
sebagai latihan (Law of exercise))
agar menemukan penyelesaian yang benar. Kemudian dia mencoba lagi dan lagi, hal
tersebut dia lakukan karena pengajar mengatakan “aduh Bella sudah tiga kali
salah” secara tidak langsung kata-kata tersebut memberikan Law Effect sehingga muncul assosiatif
shift thing pada diri Bella untuk menyadari rangsangan yang diberikan oleh
pengajar sehingga menimbulkan respon bahwa dia tidak boleh salah lagi. Selain
itu, pada tahapan bermain labirin sesuai dengan tahapan usia Bella, yang
mempunyai potensi untuk mengolah rangsangan dan respon hingga akhirnya
menemukan respon yang tepat untuk dirinya.
Percobaan 2
Lakukan percobaan berikut ini pada satu anak yang duduk di
kelas rendah sekolah dasar (kelas satu). Siapkan dua gelas yang masing-masing
berisi air sama penuhnya, dan dua alat makan yang berbeda dan tidak transparan,
serta dapat menampung cairan, salah satu melebar dan lainnya meninggi. Kepada
anak ajukan pertanyaan apakah masing-masing gelas sama penuhnya. Jika tidak kurangi
yang penuh sampai anak menyatakan sama penuhnya. Lalu tuangkan air pada
masing-masing pada masing-masing alat makan yang telah anda siapkan. Minta anak
untuk mengamati keduanya dengan seksama. Ajukan pertanyaan manakah yang lebih
banyak air pada masing-masing alat makan tersebut. Catat jawaban dan alasan
anak mengapa ia berpendapat demikian. Berikan ulasan dengan mengacu pada teori
belajar yang relevan terhadap percobaan anda. Jangan lupa rekam dengan
menggunakan kamera video dengan kualitas gambar dan suara yang baik.
Jawab:
Data anak yang diberi
percobaan ke dua yaitu:
nama : Yasmine
kelas : 1 SD
usia : 6 tahun
Pada saat percobaan dimulai, Yasmine diberikan pengarahan untuk melihat
keadaan air pada cangkir A dan B, kemudian dia menjawab bahwa keadaan air sama
penuhnya, lalu pengajar menuangkan air
dari gelas A ke gelas B, kemudian Yasmine menjawab gelas B lebih banyak.
Kemudian pengajar memindahkan air di gelas A ke dalam mangkuk, kemudian dia
menjawab gelas B airnya lebih banyak daripada di mangkuk. Setelah itu, pengajar
memindahkan air yang ada di mangkuk ke gelas yang lebih tinggi, dan pengajar
bertanya air yang mana yang lebih banyak, Yasmine menjawab B, kemudian air di
gelas B dipindahkan sedikit ke cangkir tinggi dan dia menjawab bahwa cangkir
yang tinggi lebih banyak airnya daripada cangkir B. Pada percobaan kedua yang
telah dilakukan, maka percobaan tersebut berkaitan dengan teori belajar Piaget.
Karena percobaan ke dua berkaitan dengan kemampuan kognitif anak, kemudian
menurut piaget perkembangan kognitif mempunyai empat aspek yaitu 1) kematangan
sebagai hasil perkembangan susunan syaraf, 2) pengalaman yaitu hubungan timbal
balik antara organisme dengan dunianya, 3) interaksi sosial yaitu
pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan sosia, 4)
ekuilibrasi yaitu kemampuan mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri
terhadap lingkungannya. Piaget juga mengemukakan tahapan dalam perkembangan
intelektual anak yaitu 1) periode sensori motor usia 0-2 tahun, 2) periode pra
operasional usia 2-7 tahun, 3) peroide operasional konkret usia 7-11 tahun dan
4) periode operasional formal (11-dewasa). Teori piaget juga mengemukakan bahwa
konsep dasar dari teorinya yaitu 1) skema adalah anak mengingat dari apa yang
dia lihat untuk di adaptasikan terhadap lingkungan dan menata lingkungan secara
intelektual, 2)asimilasi adalah mengintegrasikan bahan-bahan persepsi atau
stimulus ke dalam skema yang ada, 3) akomodasi adalah penciptaan skema baru
atau pengubahan skema lama.
gambar 1. Pengalaman belajar Yasmine
Dari penjelasan diatas, apa yang dialami Yasmine yaitu dia berada pada
periode pra operasional karena usianya 6 tahun, lalu Yasmine melakukan sesuatu
sebagai hasil meniru atau mengamati apa yang disampaikan pengajar sehingga
muncul tingkah laku simbolisasi pada dirinya. Kemudian, dari beberapa kali
gelas dan air dipindahkan, Yasmine mengamatinya dengan lama, kemudian dalam
menjawab (membutuhkan waktu yang lama untuk memahami dan mengamati perubahan
yang ada pada air di dalam gelas tersebut), karena dia mencoba mengasimilasi
skema yang pertama kali dia lihat (hanya sebatas ingatan sederhana pada gelas
yang sama tingginya dengan keadaan air sama penuhnya), sedangkan pada saat
gelas diganti menjadi mangkuk, ia kesulitan untuk menjawab, pada saat inilah
kemudian muncul akomodasi yang membuatnya dapat menjawab dengan tepat, walaupun
dibantu oleh pengajar untuk menekankan gelas mana yang airnya lebih banyak,
atau sama penuhnya. Selain itu, Yasmine hanya mampu mengemukakan apa yang dia
amati dengan alasan yang masih sangat sederhana, karena dia hanya dapat
menjawab air pada gelas A lebih banyak atau sama penuhnya tanpa melihat tempat
yang menampung air tersebut lebar atau tinggi.
Percobaan 3
Lakukan percobaan untuk membuktikan tahap-tahap perkembangan
moral Kohlberg pada dua anak kelas rendah dan dua anak kelas tinggi. Berikan
soal secara elaboratif yang bersifat kontekstual, kemudian tanyakan
masing-masing pertimbangan anak mengapa mereka memberikan pilihan jawaban
tersebut. Jangan lupa merekam kegiatan percobaan tersebut. Ulas adakah
perbedaan signifikan diantara kedua kelompok anak tersebut.
Jawab:
Kita lakukan terlebih
dahulu pemahaman dari tingkatan teori belajar Kohlberg yaitu terdiri dari:
a.
Tingkat
pertama: Penalaran Prakonvensional
Penalaran
Prakonvensional adalah : tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan
moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi
nilai-nilai moral- penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan
hukuman eksternal. Dengan kata lain aturan dikontrol oleh orang lain
(eksternal) dan tingkah laku yang baik akan mendapat hadiah dan tingkah laku
yang buruk mendapatkan hukuman.
1. Tahap pertama. Orientasi hukuman dan
ketaatan yaitu : pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas hukuman dan
anak taat karena orang dewasa menuntut mereka untuk taat.
2. Tahap kedua. Individualisme dan tujuan
yaitu: pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah) dan
kepentingan sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin taat dan bila yang paling
baik untuk kepentingan terbaik adalah taat. Apa yang benar adalah apa yang
dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.
b.
Tingkat kedua
: Penalaran Konvensional
Penalaran Konvensional
merupakan suatu tingkat internalisasi individual menengah dimana seseorang
tersebut menaati stándar-stándar (Internal)tertentu, tetapi mereka tidak
menaati stándar-stándar orang lain (eksternal)seperti orang tua atau
aturan-aturan masyarakat.
1.
Tahap ke
tiga. Norma-norma Interpersonal yaitu : keadaan seseorang menghargai kebenaran,
keperdulian dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan
pertimbangan-pertimbangan moral. Seorang anak mengharapkan dihargai oleh orang
tuanya sebagai yang terbaik.
2.
Tahap ke
empat. Moralitas Sistem Sosial yiaitu : suatu pertimbangan didasarkan pemahaman
aturan sosial, hukum-hukum, keadilan dan kewajiban.
c.
Tingkat ketiga
: Penalaran Pascakonvensional
Penalaran
Pascakonvensional yaitu : Suatu pemikiran tingkat tinggi dimana moralitas
benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang
lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki
pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode.
1. Tahap kelima. Hak-hak masyarakat bertentangan
dengan hak-hak individual yaitu : nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat
relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain.
2. Tahap keenam. Prinsip-prinsip Etis
Universal yaitu : seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang
didasarkan pada hak-hak manusia universal. Dengan maksud, bila sseorang itu
menghadapi konflik antara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara
hati.
Pada perkembangan moral menurut Kohlberg
menekankan bahwa dalam ketentuan diatas terjadi dalam suatu urutan berkaitan
dengan usia. Pada saat anak berusia sebelum 9 tahun, anak cenderung pada tingkat
prakonvensional. Kemudian, pada masa awal remaja cenderung pada tingkat konvensional
dan pada awal masa dewasa cenderung pada tingkat pascakonvensional. Demikian hasil
teori perkembangan moral menurut Kohlberg dalam psikologi umum.
Data anak yang diberi percobaan adalah 1) Bella (B) usia 11 tahun, 2)
Yasmine (Y) usia 6 tahun, 3) Felix (F) usia 6 tahun dan 4) Richrad (R) usia 11
tahun.
Tabel 1. Daftar Pertanyaan Tahap Pertama
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
Ket
|
1
|
Mencuri itu boleh apa tidak boleh.
|
Tidak boleh
|
B, Y, F dan R
|
2
|
Memukul teman tanpa alasan itu boleh apa tidak boleh.
|
Tidak boleh
|
B, Y, F dan R
|
3
|
Membolos itu boleh apa tidak boleh.
|
Tidak boleh
|
B, Y, F dan R
|
Tabel 2. Daftar Pertanyaan
dengan Mengemukakan Alasan
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
Alasan
|
Ket
|
1
|
Seandainya orang tuamu sakit, sehingga kamu harus merawat orang
tuamu, tetapi besok kamu ulangan dan kamu tidak bisa belajar, sehingga
|
Tidak boleh
|
R: karena mencotek itu perbuatan tidak
baik.
B: karena tugas kita harus belajar.
Y: karena tugas kita belajar
F: walaupun akan mencontek, kita tetap
harus belajar.
|
B, Y, F dan R
|
2
|
Seandainya ada
teman yang memukul kita, boleh tidak kita membalas perbuatannya.
|
Tidak boleh
|
F: karena permasalahan tidak akan selesai
B: karena menyakiti diri kita sendiri dan
orang lain.
R: karena itu perbuatan tidak baik.
Y: karena jika dibalas, itu perbuatan
berdosa.
|
B, Y, F dan R
|
Untuk pertanyaan pada tahap pertama dan kedua, semua anak diberikan pertanyaan
secara elaboratif dari tingkatan pertanyaan mudah tanpa mengemukakan alasan, semua
anak diajak untuk berpikir dengan konsep yang sederhana sampai ke pertanyaan
sulit. Pada pertanyaan tahap pertama, semua anak mempunyai jawaban yang sama.
Bahwa mencuri itu tidak boleh, memukul teman tanpa alasan tidak boleh dan
membolos tidak boleh. Sedangkan pada pertanyaan tahap kedua, semua anak
diberikan pertanyaan yang sama, akan tetapi mereka wajib mengemukakan alasan
mengapa mereka memilih jawaban itu. Kemudian, pengajar menyimpulkan mengapa
perbuatan itu tidak boleh dilakukan, sehingga menimbulkan komponen kritis dan
ringkasan dari setiap pertanyaan yang diterima semua anak.
Pada pertanyaan tahap
pertama dan kedua, Yasmine dan Felix berada pada tingkat penalaran pra
konvensional tahap pertama dan kedua, karena berdasarkan teori belajar Kohlberg
mereka masih berorientasi pada hukuman dan ketaatan, anak taat karena orang dewasa
menuntut mereka untuk taat kemudian mereka melakukan ketaatan itu didasarkan
atas imbalan (hadiah) dan kepentingan sendiri bahwa kepentingan terbaik adalah
taat. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap
menghasilkan hadiah. Pada pertanyaan kedua Yasmine dan Felix membutuhkan waktu
yang lama dalam mengemukakan pendapat, mereka hanya dapat berkata tidak boleh,
tetapi pada saat mengemukakan pendapat, mereka masih menggunakan kata-kata yang
sulit dimengerti, sehingga diperlukan peran pengajar untuk meluruskan
penjelasan mereka, agar tidak ambigu. Sesuai dengan pernyataan Kohlberg perkembangan
moral menurut menekankan bahwa dalam ketentuan suatu urutan berkaitan dengan
usia. Pada saat anak berusia sebelum 9 tahun, anak cenderung pada tingkat prakonvensional.
Sedangkan Bella dan
Richard pada pertanyaan tahap pertama mereka berada pada tingkat penalaran pra
konvensional karena pertanyaan yang diberikan tidak menuntut mereka
mengemukakan pendapat mengapa mereka memilih jawaban itu, jadi apa yang mereka
jawab hanya berdasarkan pada ketaatan akan hukum.
Kemudian pada pertanyaan
tahap kedua, mereka berada pada tingkat penalaran konvensional pada tahap
ketiga dan keempat karena mereka sudah mampu memahami keadaan untuk menghargai
kebenaran, kepedulian dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan
pertimbangan-pertimbangan moral. Seorang anak mengharapkan dihargai oleh orang
tuanya sebagai yang terbaik dan pada tahap ke empat moralitas sistem sosial yaitu mereka sudah mampu untuk membuat sebuag
pertimbangan yang didasarkan pada pemahaman aturan sosial, hukum-hukum,
keadilan dan kewajiban.
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa tahap perkembangan moral anak
dipengaruhi akan motif yang ingin dia capai dan usia yang mempengaruhi
pemikirannya dalam memilih tindakan yang benar, salah, boleh, tidak boleh
ataupun perbuatan yang terdesak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar